News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KSPI: Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah Cuma Retorika

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DEREGULASI EKONOMI - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menerangkan secara singkat Paket Kebijakan Ekonomi yang baru diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo didampingi sejumlah Menteri Kabinet Kerja bidang perekonomian dan Pimpinan lembaga keuangan di Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (9/9/2015). Pemerintah telah dan akan terus melakukan upaya menggerakan ekonomi nasional melalui berbagai paket kebijakan ekonomi, pengembangan ekonomi makro yang kondusif, menggerakan ekonomi nasional, dan melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan menggerakan ekonomi pedesaan. (Warta Kota/Henry Lopulalan)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah hanya retorika. Sebab, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran masih terjadi pada 2016 ini.

"Paket kebijakan ekonomi 1 sampai 9 itu kuat retorika dan konsep saja. Tapi di implementasi dan pengawasan tidak ada. Faktanya kan PHK dimana-mana," ujar Ketua KSPI Said Iqbal kepada Kompas.com Sabtu (6/2/2016).

Dia menuturkan, beberapa perusahaan besar sudah melakuan PHK misalnya Tosiba sebanyak 865 karyawan, Panasonic di Pasuruan 800 karyawan, Panasonic di Bekasi 480 karyawan.

Selain itu, kata Said, perusahaan otomotif dan komponen otomotif pun sudah mulai memutus kontrak sejumlah karyawannya.

"Ini bahaya karena padat modal. PDB bisa turun. Kalau PDB turun rusak ekonomi," kata dia.

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk melakukan berbagai evaluasi paket-paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan. Salah satunya dengan mencabut PP 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan.

Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan masuk ke dalam paket kebijakan ekonomi jilid IV pada 23 Oktober 2015 lalu.

Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 itu merupakan penjabaran dari Pasal 97 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam PP tersebut, pemerintah menghitung kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional tahun sebelumnya.

Setelah ada PP itu, era perhitungan upah minimum yang melibatkan rekomendasi dewan pengupahan, yang terdiri dari perwakilan pengusaha, buruh, dan pemerintah pun berakhir. Hal inilah yang membuat serikat pekerja menolak PP tersebut.
(Yoga Sukmana)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini