TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mengacu lima tahun perkembangan ekonomi kelas menengah, serta kebutuhan hunian khususnya untuk kelas menengah bawah di Indonesia yang masih cukup tinggi, maka peluang pasar residensial masih sangat terbuka lebar.
Namun pasar di segmen ini sangat bergantung pada regulasi yang dibuat pemerintah terutama menyangkut kemudahan pembiayaan kepada masyarakat seperti uang muka yang terjangkau.
Kalangan pengembang optimistis pasar properti tahun ini akan lebih baik dibanding 2015, karena didukung sejumlah indikator positif. Salah satunya pertumbuhan kencang kelas menengah di Indonesia yang diikuti oleh kenaikan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.
Ketua Kehormatan DPP Real Estat Indonesia (REI) Setyo Maharso mengungkapkan PDB per kapita atau pendapatan rata-rata penduduk kelas menengah Indonesia setiap tahun meningkat drastis dari Rp 35 juta per tahun pada 2010 menjadi Rp 59 juta pada 2015. Kondisi itu otomatis meningkatkan pengeluaran dan daya beli masyarakat termasuk untuk membeli properti.
“Artinya, kalau daya beli masyarakat naik karena pendapatan perkapitanya terangkat, maka ekonomi akan berjalan. Pertumbuhan positif kelas menengah inilah yang menjadi kekuatan besar bagi industri properti nasional,” ungkap Setyo Maharso kepada wartawan, 15/2/2016).
Didukung gencarnya pembangunan infrastruktur juga menjadi pendorong geliat pasar properti. Hal itu karena banyak daerah pengembangan baru akan muncul mengikuti proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah tersebut. Namun Setyo mengingatkan pembangunan infrastruktur juga bisa menjadi penghambat pembangunan properti di segmen menengah bawah terlebih jika tidak ada upaya pengendalian harga tanah.
Karena begitu infrastruktur dikerjakan, biasanya akan dibarengi kenaikan harga tanah di sekitarnya. Oleh karena itu, dia berharap semua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dilibatkan pemerintah dalam proyek infrastruktur harus membebaskan pula tanah di kiri dan kanan proyek tersebut sebagai cadangan lahan (land bank) pemerintah yang nantinya dapat diperuntukkan untuk pembangunan hunian menengah bawah.
“Selain itu, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate), tingkat inflasi yang terus menurun, dan akan tuntasnya UU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada tahun ini turut menjadi alasan kuat bagi industri properti menuju arah perbaikan,” papar Presiden Direktur PT Kualajaya Realty (Kualajaya Group) tersebut.
Inovasi Produk
Setyo mengakui pada 2015 banyak perusahaan properti mengalami perlambatan penjualan karena banyak masyarakat (konsumen) saling wait and see. Namun tidak semua developer mengalami kesulitan penjualan, terutama mereka yang punya inovasi dan fokus terhadap target.
Kondisi itu dialami PT Kualajaya Realty yang kini sedang memasarkan proyek Pejaten Park Residence di Jalan Warung Buncit Raya, Jakarta Selatan. Proyek ini terdiri dari dua tower apartemen, yaitu Barcelonia Tower dan Catalonia Tower.
Dia mengungkapkan, progres pembangunan dua tower apartemen yakni Barcelonia Tower dan Catalonia Tower sudah memasuki tahap akhir dengan dilakukannya pengecoran atap (topping off) kedua tower pada November 2015. Saat ini sedang dilanjutkan tahap finishing, sehingga serah terima (hand over) unit di tower pertama diharapkan dapat dilakukan pada Agustus 2016, disusul kemudian tower kedua yang dijadwalkan pada awal 2017.
“Merupakan keuntungan bagi konsumen yang telah membeli unit di Pejaten Park Residence, karena disaat proyek-proyek lain masih dalam proses legal,perijinan dan awal konstruksi, di Pejaten Park Residence justru dalam waktu dekat sudah mulai dapat dihuni,” ujar Setyo.
Mayoritas pembeli unit di Pejaten Park Residence adalah perusahaan-perusahaan (korporasi) yang berkantor di koridor Jalan TB Simatupang. Sebagian besar disewakan atau digunakan oleh karyawannya. Sisanya dibeli pengguna (end user) yang kebanyakan merupakan pembeli properti pertama.
Saat ini, rata-rata unit apartemen di Pejaten Park Residence dipasarkan dengan harga Rp 30 juta per meter persegi, meningkat tajam dibandingkan ketika pertama kali dipasarkan pada akhir 2013 sebesar Rp 17 juta hingga Rp 18 juta per meter persegi.
Bagi pembeli yang melakukan pembelian di bulan ini, PT Kualajaya Realty sedang memberlakukan “Promo Imlek 2016” dengan uang muka (down payment/DP), hanya 10 persen, cicilan tunai keras 24 kali, potongan harga hingga Rp 200 juta, serta instant prize berupa iPhone 6s.
Apartemen Pejaten Park Residence dikembangkan di atas lahan seluas 7.400 meter persegi dan terdiri dari dua tower, masing-masing terdiri dari 253 unit dan 176 unit. Apartemen dengan ketinggian 21 lantai ini mengusung green concept yang menyediakan ruang terbuka hijau hingga 40 persen dari keseluruhan areal pengembangan.
Setelah sukses dengan proyek Pejaten Park Residence, PT Kualajaya Realty pada tahun ini berencana meluncurkan dua proyek hunian vertikal lagi yang berlokasi di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, dan di Jatinangor, Sumedang.
Menurut Setyo, untuk apartemen di Pondok Kelapa akan dibangun dua tower apartemen masing-masing setinggi 20 lantai, dengan total 1.900 unit. Harga jualnya mulai dari Rp 300 juta hingga Rp 400 juta per unit. Sedangkan apartemen di Jatinangor menyasar segmen mahasiswa dengan harga mulai dari Rp 400 juta per unit.
Untuk perumahan tapak (landed house), ada dua proyek yang sudah berjalan di Jatiwarna Bekasi dan Jatinegara (Jakarta Timur).
Tahun ini, Kualajaya Group melalui Reka Cipta Group juga akan memulai pembangunan 3.000 unit rumah program FLPP di Provinsi Jawa Tengah, antara lain di Kudus, Rembang, Blora, Purwodadi, Grobogan, Batang, Kendal, dan beberapa daerah lain di provinsi tersebut sebagai bentuk komitmen perusahaan dalam mendukung program Pembangunan Sejuta Rumah (PSR) yang digalakkan pemerintah.