News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kantong Plastik Berbayar

Kantong Plastik Berbayar Menuai Pro dan Kontra di Kalangan Netizen

Penulis: Achmad Subechi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan. Kantong plastik pembungkus belanjaan mulai Minggu (21/2/2016) kini harus dibeli seharga Rp 200 per plastik.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH), Nomor: S.71/MENLHK-/II/2015 yang meminta agar pemerintah daerah (pemda) provinsi maupun kabupaten/kota termasuk produsen serta pelaku usaha melakukan langkah mengurangi dan menangani permasalahan sampah plastik, menuai pro dan kontra.

Aturan kantong plastik berbayar yang secara resmi diberlakukan sejak Minggu (21/2/2016) mendapat sorotan tajam dari para netizen.

"Saya kurang setuju kantong plastik berbayar karena sudah menjadi kewajiban pihak penjual menyediakan wadah utk konsumen membawa barang belanjaannya. Wadah itu bisa tidak terbuat dari plastik tapi tidak dibebankan lagi pada konsumen karena harga2 barang sekarang sudah mahal2.." tulis YaYek Yessika di Facebooknya.

Menurutnya, belanja bulanan setahun atau lima tahun lalu dibanding saat ini sudah sangat berbeda jumlah barang maupun nilainya. "Jadi ga seru juga kalau pihak penjual lalu lepas tangan atas nama mengurangi sampah plastik lalu melempar tanggung kepada pembeli utk membawa belanjaannya masing-masing."

"Sejak tas plastik tidak disarankan lagi sebagai wadah belanjaan saya minta tlg kasir utk menempatkan belanjaan ke dlm kardus2 dan pihak store membantu memasukkan dlm mobil kl tll berat..," ujarnya.

Pendapat Yayek ditimpali rekannya. Princess Dutton berkomentar, "Di state-ku di Amrik sini, ada toko yg mengharuskan pembeli bawa kantong belanja sendiri, dan ada yg tetap memberikan kantong plastik gratis atau kantong kertas sambil tetap menjual tas plastik atau tas kain utk dipakai ulang. Aku rasa kantong plastik tsb sdh biodegradable (ramah lingkungan). Namun memang kesadaran rakyatnya utk punya tata krama bersampah sudah terlatih dan jadi bagian dari gaya hidup. Buang sampah tidak sembarangan (meski teteup aja ada yg cuek), mrk tau memilah sampah," tulis Princess Dutton.

Apalagi, kata Princess Dutton, negara ikut memfasilitasi. Misal, ada junk day per tiga bulan, buang sampah besar. "Furnitur, rangka tempat tidur, tv, elektronik biasanya jadi hunting day buat orang2 yg cari barang tertentu. Ada yg utk keperluan pribadi, ada yg utk dijual dan dapet uang (biasanya yg berbahan besi). Anakku pernah dapet lemari buku yg msh bagus, dan ada teman dapet kandang anjing dr plastik, dll. Sampah yg tidak keambil akan digiling langsung di truk sampah (aku pernah lihat springbed-ku yg rusak digiling.. Rasanya gimana gitu. Haha). Juga ada trash day mingguan (sampah kecil/menengah), dan ada recycle junk day atau kita sewa wadah khusus bertanda recycle utk sampah tertentu (plastik atau kertas atau beling). Bisa diambil bulanan di depan rumah atau kita bawa langsung ke pusat penerima sampah recycle. Aku tidak memilah sampah dan bila sudah terkumpul banyak baru dibuang ke bak sampah besar diluar rumah untuk diambil petugas sampah seminggu sekali."

Di library atau toko tersedia bak sampah yg terpilah (basah atau kering) atau sampah bebas.
"Jadi kurasa, segala hal yg baru memang akan membingungkan dan menyebalkan. Tapi given the time, jadi terbiasa. Pemerintah sedang mengolah gaya hidup berbeda yg positif. Cobalah dijalani dan didukung dulu. Kalau ada penyimpangan, baru dilaporkan atau diberikan masukan/solusi-nya," tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) mengaku aturan ini tidak berpengaruh pada kinerja pendapatan perusahaan ritel.

Untuk tahap pertama ujicoba ini akan dilakukan di 22 kota. Adapun kota-kota tersebut adalah Bandung, Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, Solo, Semarang, Surabaya, Denpasar, Palembang, Medan, Balikpapan, Makassar, Ambon, Papua, Jayapura, Pekanbaru, Banda Aceh, Kendari, dan Yogyakarta.

Jadi disepakati bahwa saat ini, peritel telah menjual plastik berbayar sebesar Rp 200 perkantong plastik. Lantas apakah perusahaan mendapatkan cuan dari aturan ini?

Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mendey menepis dugaan tersebut. Menurutnya peritel tidak akan mengambil keuntungan dari aturan tersebut. ”Ritel tidak mengambil keuntungan dari situ,” tegas Ketua Umum Aprind, Roy Nicholas Mendey, kepada Kontan (19/2/2016).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini