TRIBUNNEWS.COM, SYDNEY- Maskapai penerbangan Australia, Qantas Airways Ltd, sukses membukukan laba rekor pada paruh pertama tahun finansial 2016.
Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis Qantas, laba sebelum pajak dalam periode enam bulan yang berakhir 31 Desember, naik dua kali lipat menjadi A$ 921 juta atau setara dengan US$ 666 juta dari A$ 367 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Pencapaian tersebut lebih tinggi dari prediksi analis yang disurvei Bloomberg sebesar A$ 908,7 juta.
Lonjakan laba Qantas berhasil dicapai seiring strategi bisnis yang dilakukan oleh Chief Executive Officer Qantas Alan Joyce. Salah satu di antaranya yakni menggelar program pemangkasan biaya operasional.
Ada juga program buyback yang dicanangkan dua tahun lalu senilai A$ 2 miliar yang mulai membuahkan hasil. Dalam keterangannya, Qantas menjelaskan, aksi buyback saham senilai A$ 500 juta telah memberikan keuntungan lebih dari A$ 1 miliar sejak Agustus lalu.
Selain itu, rendahnya harga minyak dunia menekan biaya operasional maskapai terbesar di dunia itu.
Kepercayaan investor terhadap kemampuan Joyce dalam mengembalikan kinerja Qantas sangat tinggi. Dua tahun lalu, Qantas mengalami kerugian besar. Selain itu, harga sahamnya sudah mendekati level terendah rekor.
Saat ini, saham Qantas sudah bangkit. Peringkat utang junk yang disematkan pada Qantas malah membawa saham perusahaan melejit 31% dalam 12 bulan terakhir. Kinerjanya melampaui penurunan pada indeks acuan Australia.
"Saham Qantas sudah naik dalam dua tahun terakhir dan masih dalam tren positif. Pendapatan perusahaan masih akan meningkat," jelas Evan Lucas, market strategist IG Ltd di Melbourne.
Catatan saja, pada pukul 12.18 waktu Sydney, harga saham Qantas tercatat turun 3,3% menjadi A$ 3,86. Sedangkan indeks S&P/ASX 200 Australia turun 0,3%.