TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto meminta pemerintah segera mengoperasikan kilang mini PT Tri Wahana Universal (TWU) di Kabupaten Bojonegoro.
Penghentian operasi kilang mini yang cukup lama akan mempengaruhi iklim investasi di Indonesia, berdampak pada perekonomian.
"Kalau berhenti lama enggak bagus. Karena investor baru akan melihat, pengusaha yang sudah existing saja diberhentikan bagaimana dengan yang baru," ujarnya saat diskusi interaktif bertajuk Membangun Ketahanan Energi Nasional melalui Kilang Mini, Peluang dan Tantangannya, di Jakarta, Senin (7/3/2016).
Indonesia memasuki situasi energi yang menuju krisis energi dan ketahanan ekonomi juga akan rentan.
Di sisi lain, kebutuhan BBM dalam negeri terus meningkat.
"Apalagi pemerintah berencana untuk melelang pembangunan 8 kilang mini di Indonesia. Jadi, kami minta pemerintah segera memberikan kepastian bagi investor,” katanya.
TWU merupakan kilang minyak nasional swasta pertama di Indonesia yang telah beroperasi selama lebih dari lima tahun.
Kilang dengan kapasitas sebesar 16.000 barel per hari tersebut telah terhenti produksinya sejak 16 Januari 2016, lantaran pemerintah belum memutuskan formula harga mulut sumur dan volume minyak mentah yang seharusnya dialokasikan ke kilang mini TWU.
Peneliti Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada (LPPM) UGM, Mohammad Mas mengatakan berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan yang dilakukan, ada dampak dari keberadaan kilang TWU berupa nilai tambah ekonomi sebesar Rp1,3 triliun per tahun ditingkat Kabupaten Bojonegoro, Rp2,6 triliun per tahun di tingkat Provinsi Jawa Timur dan Rp9,8 triliun per tahun secara nasional.
"Ada peningkatan lapangan kerja sebanyak 5.344 orang per tahun ditingkat Bojonegoro dengan pendapatan rumah tangga sebesar Rp112,7 miliar per tahun," tuturnya.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja mengakui kilang mini merupakan hal penting, lantaran sangat berdampak pada pembangunan ketahanan energi nasional.
Ia menjelaskan, dari sisi hulu, setelah minyak dihasilkan, dibutuhkan transportasi menuju kilang, yang membutuhkan biaya operasional yang tidak efisien karena lokasi penghasil minyak dengan lokasi kilang sangat jauh.
Sedangkan dari sisi hilir, lanjut Wirat, pembangunan kilang mini dapat mengurangi angka impor dan biaya distribusi tinggi.
Tentunya, dampak multiplier effect besar akan sangat besar karena menghasilkan lapangan kerja.
Terkait dengan berhentinya kegiatan operasi TWU, Wiratmadja mengatakan bahwa ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dan ditindaklanjuti.
“Kita berusaha keras, soal alokasi dan harga sedang dibahas,” katanya.
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) M.I.Zikrullah mengatakan bahwa dari sisi hulu, pihaknya siap kapan saja harus mengalirkan minyak ke kilang TWU.
”Kewenangan itu ada di pemerintah, hulu siap buka keran kapan saja,” ujarnya.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengeluarkan peraturan menteri (permen) yang mengatur ihwal kilang mini.
”Ini akan kita masukan dalam Permen terkait kilang yang sudah ada. Kilang mini akan menjadi turunannya. Rencananya tahun ini selesai. Ya kira-kira pertengahan tahun ya," jelasnya Dirjen Migas.
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) M.I.Zikrullah mengusulkan adanya pembangunan kilang skala kecil (mini) langsung di mulu sumur.
SKK Migas meyakini pembangunan kilang seperti ini berdampak positif terutama bagi daerah tempat pembangunan kilang.
"Sebetulnya dengan adanya kilang mini di mulut sumur akan ada dampak positif karena produk yang dihasilkan akan dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar,"ujarnya.
Menurutnya, dengan terbangunnya kilang langsung di mulut sumur, dapat dimanfaatkan daerah wilayah kerja untuk memenuhi terlebih dahulu kebutuhan minyaknya.
"Jadi masyarakat akan turut menjaga keberadaan kilang, karena BBM akan langsung dari wilayah penghasil di daerahnya," ujarnya.