News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kadin: Keputusan Direksi Pelindo II atas Kenaikan Tarif Progresif di Tanjung Priok Dinilai Ngawur

Penulis: Achmad Subechi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivitas bongkar muat di Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jateng, Jumat (6/6/2014). PT Pelabuhan Indonesia III membeli 11 unit Automated Rubber Tyred Gantry (ARTG) dari Konecranes Finland Corporation senilai kurang lebih USD 24,28 juta. Alat tersebut rencananya akan dipergunakan untuk memperkuat Terminal Petikemas Semarang (TPKS) di Jawa Tengah. (Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Logistik dan Supply Chain, Rico Rustombi, sangat menyayangkan pernyataan Pelaksana tugas (Plt) Dirut Pelindo II Dede R Martin yang menegaskan bahwa penerapan tarif progresif atau pinalti sebesar 900 persen terhadap peti kemas impor mampu menekan dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok.

Apalagi jika dikaitkan bahwa penerapan tarif progresif itu tidak menyebabkan naiknya cost  logistik melalui pelabuhan. Beban biaya tarif progresif ini jelas akan dirasakan  pengguna Jasa (bukan penyedia jasa). Perhitungan pengenaan tarif progresif 900 % sudah diberlakukan pada hari ke 2 setelah kapal sandar di pelabuhan.

Sementara pekerjaan bongkar muat peti kemas dilakukan oleh pihak Pelindo dan memerlukan waktu sekitar 4-5 jam.

Rata-rata waktu kedatangan kapal pada pukul 22.00-23.00. Lewat pukul 00.00 malam akan dikenakan tarif progresif. Sebagai pembanding di negara tetangga ( Singapore, Malaysia, Thailand)  perhitungan dwelling time di hitung sejak selesai bongkar kapal dan bukan sejak kapal sandar.

"Keputusan Pelindo II atas kenaikan tarif menunjukkan signal kepanikan perusahaan plat merah ini dalam mengatasi masalah dwelling time. Ini keputusan ngawur,” ujar Rico melalui press release yang dikirimkan ke Tribunnews.com.

Menurutnya, Kadin sangat memahami semua proses dan cost yang mesti dikeluarkan selama proses bongkar barang di Pelabuhan Tanjung Priok.

"Pernyataan Pelaksana Tugas ( Plt ) itu terkesan mengabaikan beban yang mesti ditanggung para pelaku usaha, di tengah kelesuan ekonomi."

Keputusan ini jelas Rico, bertentangan dengan Permenhub No. 117/2015 tentang relokasi barang atau peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok menyatakan  setiap pemilik barang atau kuasanya wajib memindahkan barang yang melewati batas waktu penumpukan selama tiga hari dari lini satu pelabuhan atau terminal dengan biaya ditanggung oleh pemilik barang.

Pelindo II harus memahami tahapan hambatan yang perlu dibenahi yaitu di level pre-clearance masih mengkontribusi 2.7 hari. Custom clearance dan post clearance tidak terlalu signifikan menjadi hambatan, namun diyakini masih bisa di tingkatkan.

Jadi, jelas Rico,  seharusnya Keputusan Pelindo II untuk tarif progresif harus mengacu kepada regulasi manajemen pelabuhan yang sudah ada dan harus disinergikan agar dwelling time bisa diturunkan.

"Jelas-jelas bahwa dari data yang tersedia pre-clearance masih menjadi kontributor utama yang menjadi hambatan dalam menurunkan dwelling time. Jadi semestinya hal tersebut yang perlu dibenahi dulu," ujar Rico.

Hal ini tidak lain untuk kepentingan bersama dan semangat yang sama memajukan ekonomi dan Kadin sebagai mitra pemerintah di bidang perekonomian yang di atur dalam UU NO 1/1987.

"Kami wajib untuk memberikan masukan kepada pemerintah untuk perbaikan policy ekonomi Indonesia. Jangan disalahartikan kalau Kadin mengkritisi pemerintah, kami tidak punya agenda lain kecuali ekonomi Indonesia lebih baik dan terus bertumbuh."

Kadin sependapat dan mendukung insisatif pemerintah untuk memasukkan pihak yang memiliki kewenangan atas lartas (barang larangan dan atau pembatasan) dan izin impor dalam paket kebijakan ekonomi selanjutnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini