Dia juga enggan mengomentari terkait arus pembayaran dari Bakrie Telecom. Dia mengaku belum melihat secara detil.
"Saya harus cek dulu ke keuangan. Tetapi kalau layanannya masih jalan, artinya bayar sewa masih aman itu," tambah dia.
Solusi Tunas Pratama
Kedua, pada mitra penyedia menara telekomunikasi, yakni PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR).
Sebelumnya, analisis lembaga pemeringkat Fitch Ratings mengkaji bagaimana kinerja keuangan dari emiten menara tersebut sejak 2014 dipengaruhi oleh Bakrie Telecom yang tidak membayar sewa menaranya.
Sebab hingga akhir September 2014, Bakrie Telecom berkontribusi terhadap 15 persen dari pendapatan Solusi Tunas Pratama year-to-date dan memiliki utang kepada emiten tersebut sekitar Rp 489 miliar.
Sementara emiten menara telekomunikasi lain, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT Protelindo, anak usaha PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), memiliki eskposur lebih rendah terhadap Bakrie Telecom. masing-masing 3 persen dan 4 persen dari pendapatan.
Per Desember 2014, kreditur dari Bakrie Telecom menyetujui rencana restrukturisasi yang mengizinkan 70 persen dari utang untuk dikonversi menjadi saham Bakrie Telecom. Sementara sisanya, 30 persen untuk dibayarkan selama periode lima sampai tujuh tahun.
Sementara analisa keuangan dari Fitch mengasumsikan tidak ada kas yang diperoleh dari Bakrie Telecom.
Esia Talk
Bagaimana nasib Bakrie Telecom kedepan masih belum jelas terlihat. Namun yang pasti, saat ini perseroan fokus menggenjot aplikasi perpesanan Esia Talk sebagai mesin pendapatan di era data.
EsiaTalk merupakan aplikasi untuk melakukan dan menerima pangilan suara dan pesan. Aplikasi yang dirilis di kuartal III 2015 telah memiliki lebih dari 200.000 pengguna aktif.
Untuk mendorong kinerjanya, Bakrie Telecom juga menambah anggota direksi baru yaitu Taufan Eko Nugroho Rotorasiko sebagai Wakil Direktur Utama. Pengalaman Taufan di beberapa perusahaan teknologi multi nasional dipandang akan membawa angin segar bagi perseroan.(Kompas.com/Aprillia Ika)