TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Pada perdagangan Selasa (atau Rabu pagi WIB), harga minyak dunia kembali turun 3 persen setelah sebelumnya mengalami reli selama dua bulan.
Penurunan harga minyak disebabkan investor mulai fokus ke harga minyak sebagai penggerak bursa, seiring naiknya produksi Kuwait dan Arab Saudi.
Selain itu, harga minyak tercatat turun seiring pernyataan pimpinan Federal Reserve Janet Yellen yang menyatakan bahwa investor melihat outlook suku bunga di Amerika Serikat (AS) terlihat dovish.
Perdagangan berjangka brent LCOc1 ditutup turun 1,13 dollar AS pada level 39,14 dollar AS per barel, sementara crude CLc1 ditutup turun 1,11 dollar AS ke level 38,28 dollar AS per barel.
Harga minyak turun setelah data industri American Petroleum Institute menyatakan ada kenaikan 2,9 juta barel untuk stok minyak mentah pekan lalu, sementara sebelumnya analis memperkirakan akan ada stok sebanyak 3,3 juta barel.
Keputusan Kuwait dan Arab Saudi untuk mengatur ulang produksi minyaknya, menghasilkan kesepakatan penghentian produksi di sumur minyak bersama mereka di Khafji, yang merupakan wilayah perbatasan dua negara, yang berkapasitas 300.000 barel per hari. Hal ini mendorong penjualan minyak oleh trader.
"Kapasitas lapangan di zona netral tersebut melebihi produksi minyak di Ekuador. Jika mereka menahan produksi, harga minyak tidak akan berada di level yang sama di Januari," kata salah satu trader.
Sebelumnya, harga minyak naik lebih dari 30 persen sejak pertengahan Februari, menanti pertemuan negara produsen minyak di Doha, Qatar, pada 17 April mendatang.
Persediaan minyak global diperkirakan akan berubah, walaupun sejumlah negara mungkin akan kehilangan pangsa pasar. Hal itu kemungkinan tidak menghasilkan sebuah cara jitu untuk kembali menaikkan harga minyak, menurut estimasi analis dan trader.(Aprillia Ika)