Kaleidoskop 2024: Janji Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat, Ternyata Cuma 10 Persen
Janji pemerintah menurunkan harga tiket pesawat yang dikeluhkan mahal untuk rute penerbangan domestik, hingga realisasinya, sungguh berliku.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana dan janji pemerintah menurunkan harga tiket pesawat yang dikeluhkan mahal untuk rute penerbangan domestik, hingga realisasinya, sungguh berliku, dan amat terjal selama tahun 2024 ini.
Sebab belakangan ini, harga tiket pesawat banyak dikeluhkan masyarakat lantaran mahalnya biaya penerbangan domestik.
Tarif tiket pesawat di Indonesia disebut-sebut termahal kedua di dunia. Sementara untuk harga tiket pesawat termahal nomor 1 di dunia yakni Brazil.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan saat itu pernah mengatakan bahwa penyebab harga tiket mahal karena melonjaknya aktivitas penerbangan pasca-meredanya pandemi Covid-19.
Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan memang akhir-akhir ini harga tiket pesawat di Indonesia menjadi perhatian karena terbilang cukup mahal jika dibandingkan negara lain.
"Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan negara berpenduduk tinggi, harga tiket penerbangan Indonesia jadi yang termahal kedua setelah Brasil," kata Luhut dikutip dari akun Instagram pribadinya.
Pengamat Penerbangan Alvin Lie berpendapat, banyaknya beban tarif pajak baik dari pemerintah maupun pihak bandara menjadi pemicu harga tiket pesawat di Indonesia mahal.
Menurut Alvin, harga tiket pesawat bagi satu penumpang untuk sekali penerbangan itu termasuk beban biaya operasi dan perawatan bandara atau pajak bandara, melalui Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJPPU).
Alvin merincikan, harga tiket pesawat itu juga termasuk biaya PPN senilai 11 persen dan 0,25 persen oleh BPH Migas terhadap avtur untuk penerbangan domestik.
Kemudian, biaya-biaya ganda yang dipungut oleh TNI dan Otoritas Bandara di bandara-bandara khususnya enclave sipil misalnya di Pangkalan Angkatan Udara atau Lanud TNI. Serta, biaya pajak, bea masuk dan proses impor komponen serta suku cadang pesawat.
"Saya melihat yang mahal bukan harga tiketnya, tapi justru banyaknya beban-beban biaya yang disisipkan kedalam harga tiket sehingga penumpang itu membayarnya besar," kata Alvin Lie saat dihubungi Tribunnews.