TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) mencatat peningkatan produksi minyak dan gas sepanjang kuartal I 2016.
Produksi minyak perseroan naik 14 persen menjadi 305 juta barrel oil per day (BOPD) dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 267 juta BOPD.
“Kenaikan produksi minyak berasal dari Pertamina EP Cepu yang pada tiga bulan pertama 2015 sebesar 20 juta BOPD menjadi 67 juta BOPD pada tiga bulan 2016,” ujar Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina di Jakarta, Minggu (10/4/2016).
Sementara produksi gas, menurut Syamsu, mencatat realisasi produksi sebesar 1.961 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), naik 20,8 persen dibandingkan periode tiga bulan 2015 sebesar 1.623 MMSCFD.
Kenaikan produksi gas juga berasal dari dari dua blok gas yang baru diakuisisi dari ExxonMobil di Nanggroe Aceh Darussalam, yakni Blok NSO dan NSB yang saat ini dioperasikan PT Pertamina Hulu Energi (PHE), anak usaha Pertamina.
"Kenaikan produksi juga berasal dari Blok Senoro yang telah beroperasi penuh. Pada kuartal I 2015, Senoro belum memberikan kontribusi ke Pertamina,” ujarnya.
Menurut Syamsu, produksi migas Pertamina berpotensi bertambah. Peningkatan produksi gas akan berasal dari Lapangan Matindok di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah dan minyak dari Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
"Nantinya produksi minyak akan menjadi sebesar 308 juta BOPD dan gas sebesar 1.950 MMSCCFD," tandas Syamsu.
Sementara itu, untuk lapangan di luar negeri kontribusinya juga sudah semakin besar.
"Total produksi saat ini untuk minyak sebesar 85 ribu BOPD," jelas Syamsu.
Untuk mendukung kegiatan di sektor hulu, Pertamina sepanjang tahun ini mengalokasikan dana investasi untuk sektor hulu sebesar 2,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp 35,64 triliun.
Hari Purnomo, Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, mengatakan Pertamina harus terus meningkatkan produksi yang kemudian diolah untuk kilang di dalam negeri.
“Semua itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dan mengurangi biaya subsisi,” kata dia.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan tidak ada pilihan lain bagi Pertamina maupun perusahaan migas lainnya untuk terus meningkatkan produksi ditengah tren penurunan harga komoditas, termasuk migas.
Pada harga rendah produksi harus dinaikkan jika perusahaan tetap menargetkan pendapatan tidak jauh dari sebelumnya.
“Kenaikan produksi tersebut positif bagi Pertamina. Paling tidak mengindikasikan kinerja terus meningkat,” kata Komaidi.