TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang bulan ramadhan dan hari raya lebaran di Indonesia, segala harga-harga barang kebutuhan pokok akan melonjak.
Gula adalah salah satu barang kebutuhan pokok yang diprediksi akan meroket selama ramadhan dan lebaran nanti.
Hanya saja, tahun ini diprediksi lonjakan harga gula itu bisa beberapa kali lipat. Hal ini disebabkan beberapa hal.
Salah satunya turunnya rata-rata rendemen tebu sejumlah perkebunan akan turun drastis, hingga 15 persen.
Menurut Direktur Penelitian dan Pengembangan PT Riset Perkebunan Nusantara (PT RPN), Gede Wibawa, perkebunan tebu diprediksi akan terganggu kinerja produksinya saat musim kemarau basah.
Meski sudah memasuki bulan April, namun akhir-akhir ini masih sering turun hujan, terutama di Pulau Jawa.
Gede menjelaskan saat musim kemarau, musim giling tengah berlangsung dan jika terlalu banyak air, maka petani akan sulit memanen dan pengangkutan pun sulit dilakukan.
”Kemudian rendemen bisa turun karena terlalu banyak air. Tebu ini perlu musim kering saat membentuk gulanya. Kalau kemarau basah, rendemennya turun, ini kalau kita bandingkan dengan kondisi normal ya,” kata Gede.
Menurutnya, meskipun volume produksinya bagus, produksi gula berpotensi berkurang karena penurunan rendemen itu. Gede memprediksi produksi tebu bisa naik 5% namun rendemen bisa turun hingga 15%.
Pada saat yang bersamaan, cuaca di Thailand juga tak mendukung bagi perkebunan tebu di sana.
Hasil panen tebu Thailand diprediksi jatuh ke level terendah dalam empat tahun terakhir seiring cuaca kering yang melanda. Akibatnya, suplai global dapat semakin defisit.
Thai Sugar Millers Corp. menyampaikan produksi gula periode 2015-2016 dapat jatuh di bawah 100 juta ton. Artinya, pencapaian tersebut bakal lebih rendah dibandingkan 2011-2012. Tahun lalu, produksi menghasilkan 106 juta ton.
Dalam 91 hari terakhir, produksi gula sudah sebesar 7,19 ton. Angka ini merosot dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 8 juta ton.
Montri Vissanupornprasit, Secretary General North Eastern Sugar Cane Planters Federation, mengatakan kelanjutan cuaca kering memperburuk kualitas dan hasil tebu.
“Keseluruhan produksi mungkin hanya mencapai 95 juta ton,” tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg.
F.O.Licht Senior Commodity Analyst Stefan Uhlenbrock di Bangkok berpendapat defisit gula dunia pada periode 2015-2016 berkisar 6,5 juta ton, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,2 juta ton. Sedangkan defisit 2016-2017 berjumlah 1,5 juta ton.
Jika kondisi di dalam negeri, lambung karena rendemen yang buruk sementara di luar negeri suplai juga berkurang seperti di Thailand, maka sinyal merah ketahanan pangan di Indonesia bisa menyala.
Selama ini Indonesia banyak mengimpor gula kristal putih dari Thailand. Jika stok di Thailand menurun, maka Indonesia pun bisa terpengaruh.
Kondisi akan membahayakan kondisi di Indonesia, jelang ramadhan dan lebaran. Bisa-bisa gula akan menghilang karena menurunnya produksi pabrik gula dan impor juga tak lancar.