TRIBUNNEWS.COM, LOMBOK – Di saat pemerintah gencar menggiatkan program Desa Mandiri Energi (DME) untuk menjawab persoalan krisis energi dengan mengembangkan energi terbarukan, masyarakat Dusun Seriwe, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, menjawabnya dengan program Energy, Economic, Environmently Independent (E3i).
Dusun Seriwe adalah sebuah desa terpencil, 80 km arah tenggara kota Mataram. Butuh waktu sekitar 2 jam untuk mencapai dusun tersebut jika ditempuh dengan perjalanan darat.
Dihuni sekitar 400 kepala keluarga, sebagian besar penghuni dusun di bermata pencarian sebagai petani rumput laut. Kebetulan, desa ini telah ditetapkan oleh Pemda Lombok Timur sebagai prioritas pembangunan Minapolitan, yakni kawasan wisata pantai sekaligus sebagai kawasan industri kecil dengan produk unggulannya rumput laut.
Dulu, petani di Seriwe mengolah rumput laut hasil panen mereka dengan cara tradisional. Rumput laut yang sudah dipanen, dijemur di depan rumah sebelum dijual kepada pengepul. Harganya Rp 5.000 per kg. Dalam sebulan, pendapatan mereka antara Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu.
Tak Ada Listrik
Satu alasan mengapa petani rumput laut di Seriwe mengolah panen mereka dengan cara tradisional adalah lantaran ketiadaan listrik dan minimnya air bersih. Setrum dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) baru menyapa desa ini sejak setahun silam. Itupun dengan tegangan yang tidak stabil. "Voltasenya naik turun. Harusnya 200 volt, kadang anjlok jadi 90 volt," ujar Syaifudin, seorang warga Desa Seriwe saat berbincang dengan Tribunnews.com.
Sementara untuk air bersih, warga harus membeli dari mobil tanki. Padahal, air bersih tak hanya dibutuhkan untuk minum, namun juga dibutuhkan untuk mengolah hasil panen rumput laut.
Syaifuddin adalah Ketua Koperasi Cottoni Dusun Seriwe. Koperasi ini membina sekitar 75 petani rumput laut. Sebelum listrik PLN menyapa dusunnya, kata Syaifuddin, warga biasanya menggunakan genset sebagai sumber energi listrik. Namun, tak semua warga juga yang memilikinya, karena keterbatasan ekonomi.
Di sisi lain, Desa Seriwe memiliki potensi energi tak pernah dimanfaatkan dan dioptimalkan. Berada di sebuah kawasan teluk di pulau Lombok, potensi tenaga angin dan tenaga surya di dusun ini ternyata cukup menghasilkan energi listrik yang bisa dimanfaatkan. Para akademisi dari Universitas Darma Persada (Unsada) Jakarta diam-diam melihat potensi ini. Kebetulan, kampus ini memiliki program pasca-sarjana Energi Terbarukan, yang merupakan satu-satunya di Indonesia.
Dipimpin Prof Kamaruddin Abdullah, Direktur sekolah pasca-sarjana Unsada, mereka kemudian membuat perencanaan kelayakan teknis dan finansial untuk pengolahan air bersih dan rumput laut berbasis energi terbarukan. Dalam hal ini energi surya dan angin menjadi sumber tenaga utamanya. Untuk menangkap energi matahari, digunakan panel surya. Sementara untuk menangkap energi angin, dipakai kincir khusus.
"Konsep E3i adalah implementasi konsep desa mandiri yang diusulkan Unsada, yakni konsep yang memadukan pemanfaatan energi terbarukan, mandiri secara ekonomi, dan ramah lingkungan," ujar Prof Kamaruddin saat meninjau program E3i di dusun Seriwe, Senin (18/4/2016).
Untuk pembiayaan dan teknologinya, proyek ini mendapat bantuan dari Matsui Co. Ltd, Jepang. Selain itu, pihak Unsada juga menjalin kerjasama dengan Universitas Mataram Lombok dan Universitas Gunung Rinjani Lombok Timur, dalam hal pengawasan pemanfaatan sarana prasarana, serta pelatihan ketrampilan teknis kepada para anggota koperasi.
Dodol dan Kerupuk