TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi penurunan daya beli petani tanaman pangan dua bulan terakhir. Nilai Tukar Petani (NTP) tanaman pangan sebagai indikator daya beli pada Mei 2016 turun 0,02 persen, menjadi di level 98,66.
Padahal sebulan sebelumnya, NTP tanaman pangan sudah melorot 2 persen dari 100,69 Maret 2016 menjadi 98,68 pada April 2016.
“Menurut subsektor, yang terjadi penurunan hanya di tanaman pangan sebesar 0,02 persen. Ini karena harga gabah sedang turun sedikit,” ujar kepala BPS Suryamin dalam paparan, Rabu (1/6/2016).
Tidak hanya penurunan harga gabah, Suryamin juga mengatakan terjadi penurunan harga komoditas pertanian pangan seperti ketela pohon, ubi kayu, serta jagung.
Penurunan harga komoditas tanaman pangan ini menyebabkan indeks yang diterima (IT) petani agak melambat, sementara indeks bayar (IB) mengalami kenaikan.
Hal ini tercermin dari inflasi Mei 2016 yang sebesar 0,24 persen.
Suryamin menjelaskan, tanaman pangan merupakan satu-satunya subsektor yang mengalami penurunan indeks.
Subsektor lain seperti hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan, serta perikanan mengalami peningkatan indeks.
“NTP hortikultura naik 0,12 persen, ini karena IT meningkat untuk komoditas kentang, jeruk, salak, dan manggis,” imbuh Suryamin.
NTP hortikultura pada Mei 2016 mencapai level 103,21. Suryamin menambahkan, NTP perkebunan rakyat mengalami kenaikan paling tinggi sebesar 1,06 persen menjadi di level 98,91, didorong kenaikan harga berbagai komoditas perkebunan seperti karet, kakao, dan tembakau.
“Mudah-mudahan kenaikan harga komoditas perkebunan ini berdampak juga terhadap kinerja ekspor,” kata Suryamin.
Adapun NTP peternakan dan NTP perikanan meningkat masing-masing 0,3 persen dan 0,14 persen menjadi di level 106,86 dan 102,57.
Dari kelima subsektor tersebut, NTP umum pada Mei 2016 berada di level 101,55 atau meningkat 0,32 persen dari April 2016 di level 101,22.
Sedangkan Nilai Tukar Usaha Pertanian (tanpa konsumsi rumah tangga) naik 0,38 persen.
Penulis: Estu Suryowati