News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penurunan Tarif Interkoneksi Cegah Monopoli di Luar Jawa

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Teknisi XL Axiata melakukan perawatan dan pengecekan BTS Site Cihampelas di Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Senin (2/11/2015). Perawatan dan pengecekan dilakukan dalam rangka persiapan peluncuran komersial layanan 4G LTE di Kota Bandung, yang mana layanan tersebut sudah di ujicobakan sejak awal tahun lalu. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penurunan tarif interkoneksi secara signifikan akan mencegah potensi monopoli terutama di luar Pulau Jawa.

Pasalnya, saat di suatu daerah di Indonesia hanya satu operator yang memiliki jaringan prima, maka penentuan tarif berpotensi menjadi tak wajar.

"Dominasi di wilayah tertentu seringkali membuat operator menetapkan tarif seenaknya. Nah ini kan bukti kompetisi tak terjadi, pemerintah wajib intervensi," ujar Heru Sutadi, seorang pengamat telekomunikasi, Minggu (19/6/2016).

Menurut dia, inilah tugas pemerintah dalam menjamin adanya persaingan usaha yang sehat di dalam negeri sehingga menghasilkan sisi kualitas dan harga yang bersaing.

Tarif interkoneksi merupakan komponen yang dikeluarkan operator untuk melakukan panggilan lintas jaringan.

Formula perhitungan tarif interkoneksi ditetapkan oleh pemerintah, dan operator hanya memasukan data yang diperlukan sesuai dengan kondisi jaringan masing-masing operator.

Heru menambahkan pemerintah merancang regulasi itu pada 2005 dan diundang-undangkan pada 2007, sehingga mestinya direvisi kembali saat ini, terutama penurunan tarif secara bertahap yang dinilai melestarikan praktek monopoli.

Dia menggarisbawahi sudah seharusnya regulator meninjau ulang aturan itu mengingat saat ini tarif telepon sesama operator jauh lebih murah dibanding tarif interkoneksi atau antar operator.

Keadaan inilah yang memberatkan pelanggan dan secara tak langsung mengarah pada praktek monopoli.

"Kompetisi tidak terjadi, nah penurunan biaya interkoneksi ini diharapkan memicu adanya kompetisi," ujar Heru.

Masyarakat cenderung memilih operator yang murah biaya telepon sesama operator dan menurut sebagian kalangan hal ini wajar saja, namun Heru menilai, adanya kecurangan berusaha.

Pasalnya, ketika di suatu daerah di Indonesia hanya satu operator itu yang memiliki jaringan prima, maka penentuan tarif menjadi tak wajar. Kasus seperti itu banyak ditemui di Indonesia bagian timur.

Pandangan senada disampaikan Chairman Mastel Institute, Nonot Harsono yang melihat bahwa penurunan tarif interkoneksi mesti dilakukan pemerintah guna mengintervensi pasar telekomunikasi agar tak terjadi praktek monopoli.

Meski demikian, dia menilai terjadi anomali atau ketidaksesuaian dari para operator dalam skema penghitungan tarif interkoneksi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini