Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Fraksi Partai Hanura, Miryam S Haryani mengatakan hingga pertengahan ramadan ini dirinya melihat belum ada tanda-tanda harga daging akan kembali normal seperti bulan-bulan sebelum ramadan.
Bahkan dia memprediksi sepanjang bulan ramadan harga daging akan terus melambung, padahal konsumsi masyarakat terhadap daging di bulan ini meningkat signifikan.
"Dalam beberapa diskusi dengan berbagai pihak saya melihat bahwa ada ketidakmampuan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian dalam mengendalikan masalah ini. Padahal bulan yang sakral ini masyarakat sangat berharap agar harga bahan pokok termasuk daging bisa tetap normal agar ibadah yang dilakukan tidak dibayang-bayangi harga kebutuhan yang terus tidak terkendali," kata Miryam melalui pesan singkat, Senin (20/6/2016).
Miryam menuturkan, pemerintah dengan operasi pasarnya juga tak menghadirkan solusi sama sekali. Tak terlihat dampak operasi pasar terhadap kendali harga bahan pokok di pasaran sehingga penting agar strateginya dievaluasi agar dapat memberikan dampak yang bagus bagi masyarakat.
Selain itu, ramadan kali ini ia melihat bahwa kita semua terjebak pada persoalan toleransi, semua saling hujat dan saling kritik siapa harus menghormati siapa.
"Padahal kalau kita melihat toleransi sebagai kajian yang menyeluruh maka perdebatan itu tak perlu ada," ujarnya.
Menurut Miryam toleransi itu menjaga keberagaman agar dapat berjalan beriringan bukan malah dipaksakan agar menjadi seragam.
Tidak akan pernah selesai perdebatan itu apabila toleransi dimaknai sebagai menyeragamkan keberagaman. Karena sejatinya toleransi itu saling menghargai dan menghormati di antara keduanya bukan menuntut penghormatan dari salah satu saja.
Mengenai persoalan harga daging, Miryam mengatakan pemerintah harus kembali menata persoalan impor serta penguatan peternakan dalam negeri.
Potensi ketersediaan daging dalam negeri akan sangat mudah terpenuhi apabila kita mampu memberdayakan potensi dari peternak-peternak dalam negeri.
"Selama ini hal itu belum maksimal dilakukan dan kita sudah terlalu asyik melakukan impor karena dianggap tinggal mendatangkan saja, padahal titik persoalannya bukan disitu. Akhirnya dalam fase saat ini kita jadi pengimpor daging dan mengonsumsinya tanpa bisa mengendalikan harganya, lagi-lagi masyakat yang terkena dampaknya," tandasnya.