TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan M. Subuh yang akan mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) setelah Lebaran menuai kritik.
Sebab langkah tersebut bertentangan dengan keputusan Presiden yang akan mengkaji lagi dari banyak aspek dalam aksesi FCTC.
Presiden sebelumnya menyatakan persoalan tembakau tidak bisa dilihat dari satu aspek kesehatan.
Ada banyak aspek yang terkandung di dalam industri hasil tembakau, mulai dari soal hak asasi manusia, petani, dan buruh pabrik hingga pedagang asongan yang harus dilindungi.
"Jadi kami menyayangkan logika berpikir Dirjend P2P Kemenkes yang selalu mendesak pemerintah kita untuk segera menandatangani FCTC,” kata Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji mengatakan bahwa keputusan.
Menurut Agus, pemerintah tidak usah mengaksesi FCTC karena PP 109 sudah sepenuhnya mengadopsi isi FCTC.
"Petani tembakau menolak keras FCTC. Jangan hanya melihat aspek kesehatan saja, namun memperhatikan kultur budaya petani. Kami para petani ingin berdaulat menanam tembakau," tegasnya.
Hal senada diungkapkan Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK). Mereka juga meminta Kemenkes tidak mengaksesi FCTC.
"Kekuatan kretek sebagai salah satu kekuatan ekonomi nasional tentu akan mati dengan aksesi FCTC," ujar Ketua KNPK, Zulvan.
Presiden, kata Zulvan, tahu betul bahwa perlindungan kesehatan masyarakat harus dilakukan secara komprehensif tanpa mematikan pihak petani tembakau dan seluruh stakeholder pertembakauan di Indonesia. (Yudho Winarto)