TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan yang berat, khususnya dari ekonomi global.
Managing Director and Chief Operating Officer World Bank Sri Mulyani Indrawati menyarankan beberapa langkah yang seharusnya dijalankan Indonesia untuk menghadapi kondisi tersebut.
Mantan Menteri Keuangan ini mengatakan, kondisi perekonomian saat ini tengah mengalami perfect storm.
Maksudnya adalah melemahnya ekonomi dan perdagangan dunia, perlambatan dan perubahan struktural ekonomi China.
Lalu rendahnya harga-harga komoditas, menurunnya aliran modal ke negara berkembang, meluasnya konflik dan serangan teroris, serta perubahan iklim global, yang terjadi secara bersamaan.
Hal ini mempengaruhi kondisi perekonomian negara berkembang, termasuk Indonesia.
Saat ini China mengubah struktur ekonominya dari berbasis investasi menjadi konsumsi mempengaruhi kondisi ekonomi global.
Ia mencatat, koreksi pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih rendah, 40% berasal dari negara-negara pengekspor komoditas, salah satunya Indonesia.
Menurutnya, kondisi ini membutuhkan kerja sama erat dan kuat dan koordinasi kebijakan antarnegara.
Kerja sama tersebut, dapat membangun kembali kepercayaan dan menghilangkan halangan perdagangan dan investasi untuk menunjang produktivitas dan memulihkan pertumbuhan ekonomi.
Sayangnya, yang terjadi saat ini adalah sebaliknya.
Sri mengatakan, populisme tengah bangkit dan bahkan meluas yang menyebabkan kesediaan untuk kerja sama antarnegara pada saat ini berada di titik terendah sepanjang sejarah.
"Apa yang terjadi di Inggris dengan keputusan untuk keluar dari Uni Eropa, itu adalah salah satu contoh," kata Sri saat seminar di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Selasa (26/7).
Untuk menyikapi hal ini lanjut dia ada beberapa hal yang perlu disikapi Indonesia.
Pertama, menjadi bagian dari dunia yang berperan aktif. Globalisasi memberi peluang perbaikan ekonomi.
Bahkan menurutnya, negara yang sukses mengatasi kemiskinan adalah negara yang mampu memanfaatkan globalisasi dan mampu membangun ketahanan untuk menghadapi gejolak.
"Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pelaku global yang disegani. Potensi Indonesia harus diwujudkan sebagai investasi," tambahnya.
Kedua, meningkatkan integrasi ke pasar global.
Dengan demikian, perbaikan profuktivitas menjadi tantangan yang sangat mendasar. Ketiga, mengurangi hambatan perdagangan dan investasi, mengingat biaya perdagangan saat ini relatif tinggi.
Secara terpisah, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui, kondisi ekonomi global saat ini lebih suram dibandingkan sebelumnya seiring adanya koreksi pertumbuhan ekonomi global.
Bahkan Bambang memperkirakan, perlambatan ekonomi akan terjadi semakin lama karena adanya tanda-tanda dunia sulit mencari sumber pertumbuhan yang baru.
"Meskipun IMF hanya merevisi 0,1% (penurunan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini), tapi tendensi bahwa revisi ke bawah ini terjadi berulang-ulang dan berturut-turut. Ini menegaskan, kondisi ekonomi global jauh dari cerah atau sedang suram," kata Bambang.
Indonesia sendiri kata Bambang, memperkuat fundamental perekonomian Indonesia, baik dari sisi fiskal maupun moneter.
Ia menjelaskan, kebijakan Tax Amnesty diharapkan memperkuat modal dalam negeri melalui dana repatriasi sehingga menjadi lebih tahan terhadap guncangan global.
Dana repatriasi tersebut juga diharapkan mendorong investasi di dalam negeri.
"Dengan fundamental yang kuat, volatile seperti apapun kita paling tidak masih punya daya tahan," tambahnya.