TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pencaplokan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), berakibat buruk terhadap iklim investasi tanah air.
Rencana yang bermula dari Kementerian BUMN tersebut, membuat investor geothermal tidak nyaman.
Praktisi hukum Yogyakarta, Muhammad Yusron Rusdiyono mengusulkan, agar Menteri BUMN dan jajarannya bisa berkomunikasi dengan Menteri ESDM selaku regulator bidang energi, khususnya panas bumi. Dalam hal ini semua kebijakan bisa terkoordinasi, sehingga investor tidak bingung dan takut.
"Kasihan PGE dan PLN. Mereka jadi lelah, habis energi dan biaya untuk ngurusin niatan akuisisi yang nggak jelas ujung pangkalnya. Biarkan mereka fokus, nggak usah direcokin,” papar Yusron, Selasa (16/8/2016).
Yusron menduga, tujuan dari akuisisi, agar PLN dapat mengontrol harga. Sebab, selama ini Pertamina dan PLN memang tidak akur terkait harga panas bumi. "Nggak ada lagi alasan selain harga. Kalau alasan pendanaan, yang akan mendanai PGE antre kok. Lha wong PGE sampai nolak-nolak,” lanjut Yusron.
Dalam konteks itu, Yusron menegaskan, seharusnya pemerintah yang bertanggung jawab mengenai persoalan harga. Karena menurut regulasi, kebijakan penetapan harga merupakan domain pemerintah. Dalam hal ini, imbuhnya, pemerintah jangan melemparkan tanggung jawab penyelesaian harga panas bumi kepada korporasi.
Itu sebabnya sulit dimengerti, mengapa PLN sangat bernafsu mengambil alih PGE. Karena akan lebih baik, jika dana yang tersebut dipakai untuk eksplorasi di wilayah kerja (WK) milik PLN atau yang masih belum ada pemiliknya.
"Butuh tahapan dan waktu, paling tidak 6–8 tahun baru bisa produksi listrik. Jadi kalau niatnya percepatan, suruh saja PLN menggunakan uangnya buat explore WK–WK baru,” lanjut Yusron.
Yusron memperingatkan, PLN tetap memaksakan untuk mengakuisisi PLN, maka akan menghancurkan industri panas bumi itu sendiri. "Yusron mencontohkan, jika selama ini konsep akuisisi PLN terhadap PGE adalah 1 + 1 = 3, maka dalam praktik, justru bisa menjadi minus 12."
PGE akan potensial kehilangan 12 wilayah kerja eksisting yang dikelolanya. Hal ini terjadi, karena sesuai Pasal 7 ayat (2) PP No. 31 Tahun 2003, maka pengusahaan panas bumi diamanatkan kepada anak perusahaan Pertamina.
“Kalau PLN mengambil alih PGE, apakah PGE masih bisa disebut anak perusahaan Pertamina? Kalau ini terjadi, maka WK eksisting PGE akan jadi objek bancakan banyak pihak. Atau memang ini skenarionya?“ kata Yusron.