Pandangan tersebut dikatakan salah besar, apalagi merugikan PT Telkomsel, operator pelat merah.
Berdasarkan laporan keuangan, pendapatan Telkomsel untuk layanan suara per menit mencapai Rp 105.
"Sehingga tarif interkoneksi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 204, sudah dua kali lipat dari harga Telkomsel. Dan ini tidak merugikan Telkomsel yang merupakan afiliasi dari BUMN PT Telkom," ujar Akbar.
Anggota DPR Komisi I dari Fraksi PKS, Sukamta, menilai polemik tarif interkoneksi memang perlu diperjelas dan perlu penyelarasan konsep adil dari berbagai pihak atas tarif interkoneksi.
Pasalnya, masih ada kerancuan pandangan, utamanya dari operator telekomunikasi terkait hal ini.
"Skema yang adil semestinya disesuaikan dengan kondisi operator," imbuh Sukamta.
Pemerintah, menurut kader PKS ini, perlu memasukan biaya pembangunan (capital expenditure/CAPEX), unsur resiko, quality of service, dan biaya operasional dalam penghitungan tarif interkoneksi.
Seperti diketahui, pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah-daerah seringkali dikeluhkan operator kecil sebab, nilai investasi yang dikeluarkan sangat besar dan sulit dilakukan.