News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harga Minyak Dunia Kembali Anjlok

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Harga minyak dunia kembali merosot pada perdagangan Rabu (24/8/2016) waktu setempat.

Hal ini disebabkan keterkejutan atas melonjaknya cadangan minyak mentah Amerika Serikat yang menambah kekhawatiran akan banjirnya pasokan minyak global.

Departemen Energi AS menyatakan inventori komersial minyak mentah tumbuh setidaknya 2,5 juta barrel pekan lalu. Angka ini kontras dengan ekspektasi para analis yang memperkirakan terjadi penurunan inventori sekira 850.000 barrel.

Di New York, acuan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman bulan Oktober 2016 turun 1,33 dollar AS. Dengan demikian, harga minyak WTI bertengger pada posisi 46,77 dollar AS per barrel.

Sementara itu, pada perdagangan di London, acuan harga minyak North Sea Brent untuk pengiriman bulan Oktober 2016 terkoreksi 91 sen. Dengan demikian, harga minyak Brent mencapai 49,05 dollar AS per barrel.

"Kabar meningkatnya inventori AS sekali lagi telah mengingatkan investor tentang masih berlebihnya pasokan di pasar. Penurunan pertumbuhan global meningkatkan kekhawatiran tentang kemungkinan menurunnya permintaan," kata analis FXTM Jameel Ahmad.

Harga minyak kembali bergejolak pada sehari sebelumnya. Hal ini menyusul laporan bahwa Iran dapat mendukung upaya Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia untuk menahan produksi dan menstabilkan harga.

Anggota-anggota OPEC dipimpin oleh Arab Saudi berencana menghelat pertemuan pada bulan September 2016 mendatang dengan kartel non anggota, Rusia di Aljazair. Pertemuan ini dikabarkan vajal mendiskusikan upaya-upaya stabilisasi pasar.

Akan tetapi, Menteri Energi Iran menyatakan bahwa anggota-anggota kunci OPEC belum mengambil keputusan untuk mengatur batasan produksi, bahkan apakah akan menghadiri pertemuan atau tidak.

Sumber di kementerian menjelaskan, terlalu dini untuk mendiskusikan keputusan Iran terkait penahanan tingkat produksi.

"Ketika Irak dan Arab Saudi memproduksi hingga mencapai rekor, susah melihat apakah Iran dengan senang hati memproduksi di bawah potensi yang dimiliki," ujar analis IG Markets Angus Nicholson. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini