TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah kalangan mengkhawatirkan kondisi arus kas atau cash flow pemerintah pada akhir tahun ini.
Penyebabnya, yakni realisasi belanja negara yang selalu naik pada akhir tahun, tetapi tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan negara, meski ada program amnesti pajak.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan mengatakan, tahun ini tanda-tanda kekurangan arus kas sudah terlihat.
Menurut dia, jika melihat data realisasi penerimaan dan belanja negara, maka jumlah defisit yang terjadi tidak mencerminkan jumlah dana yang sebetulnya dimiliki pemerintah.
Dia bilang, ada sejumlah penerimaan yang dicatatkan, tetapi pada kenyataannya dana tersebut tidak pernah masuk ke kantong pemerintah. Seperti pada pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Juli 2016 dari Bank Indonesia (BI).
Penerimaan itu ada karena BI kelebihan rasio aset di atas 10 persen. Menurut aturan, kelebihan itu harus diberikan kepada pemerintah. Namun, pembayaran atas kelebihan itu hanya mampir karena pemerintah kembali membayarkannya ke BI untuk pembayaran atas kepemilikan Surat Berharga Bank Indonesia.
Di Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016, pemerintah menargetkan PNBP dari penempatan uang negara di BI sebesar Rp 2,5 triliun. Sampai akhir Juni 2016, realisasinya mencapai Rp 1,48 triliun sehingga semester II-2016 diprediksi ada tambahan PNBP sebesar Rp 1,02 triliun.
"Tax amnesty"
Kekhawatiran kondisi arus kas pemerintah juga dipicu masih rendahnya realisasi uang tebusan dari kebijakan pengampunan pajak. Sampai Selasa (13/9/2016) malam, realisasi uang tebusan yang berhasil diterima hanya sebesar Rp 9,31 triliun atau 5,6 persen target pemerintah Rp 165 triliun.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengakui realisasi penerimaan negara masih di bawah harapan. Padahal, uang tebusan itu diharapkan menutupi kebutuhan kas reguler.
Namun, menurut Suahasil, pemerintah tidak hanya fokus pada amnesti pajak. "Kami selalu cocokkan penerimaan amnesti pajak dan pajak reguler dengan keperluan belanja per bulan," katanya. Sejauh ini, menurut dia, arus kas pemerintah masih cukup.
Data realisasi penerimaan dan belanja APBN-P 2016 per 5 Agustus 2016 menyebutkan, defisit APBN-P sudah mencapai 2,08 persen terhadap Produk Domestik Bruto dengan nilai nominal Rp 88,5 triliun. Defisit ini naik karena jumlah penerimaan hanya sebesar Rp 775,2 triliun, lebih rendah dari belanja yang mencapai Rp 1.037 trilun.
Defisit ditutupi melalui pembiayaan yang tercatat sebesar Rp 299,2 triliun. "Kita bekerja agar target penerimaan pajak tercapai," ujar Dirjen Pajak Ken Dwijugiasetiadi.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memperkirakan, hingga akhir September 2016, jumlah uang tebusan dari amnesti pajak hanya sekitar Rp 35 triliun.
Yustinus meminta pemerintah segera mengejar sumber penerimaan pajak lainnya untuk menutup target penerimaan pajak tahun ini. (Asep Munazat Zatnika, Hasyim Ashari)