Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi menilai mahalnya harga gas dalam negeri karena adanya inefisiensi dalam struktur pasar gas.
"Rent seeker merajalela, trader modal dengkul gak punya infrastruktur. Ini faktor utama yang bikin harga gas dalam negeri jauh lebih mahal dari harga gas yang diekspor," ujar Politikus NasDem itu kepada Tribunnews.com, Selasa (20/9/2016).
Karena itu, dia menilai Menteri ESDM definitif nanti sebaiknya segera mengambil kebijajan untuk menghapus trader modal dengkul.
"Dengan demikian harga gas dalam negeri bisa turun segera !" tegasnya.
Dia menjelaskan, Trader gas muncul karena Undang-undang (UU) Migas Nomor 22 Tahun 2001 yang meliberalisasi sektor gas nasional.
Yaitu dengan cara PGN sahamnya dijual dimana sebagian besar sudah dimiliki pihak asing.
Kemudian pipa gas yang dibangun negara diminta untuk open akses.
"Trader modal dengkul tidak perlu mambangun pipa, mereka memanfaatkan pipa open akses yang dibangun negara/PGN," jelasnya.
Untuk itu dia menilai sistem tata kelola yang tidak efisien ini harus diubah dengan menghapus sistem trader gas.
"Sistem tata kelola yang tidak efisien ini harus dirubah dengan menghapus sistem trader gas," tegasnya.
Dikutip dari Kompas.com, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan biaya eksploitasi gas bumi di Indonesia cukup tinggi.
Hal inilah yang menyebabkan tingginya harga gas bumi di hulu dan ujungnya memberatkan industri dalam negeri.
"Yang membuat harga gas bumi mahal adalah biaya eksploitasi yang tinggi sekali di Indonesia dibanding negara lain," kata Anggota BPK, Achsanul Qasasi saat dihubungi wartawan, Selasa (20/9/2016).
Menurutnya, biaya eksploitasi minyak dan gas bumi (migas) yang tinggi menyebabkan ongkos produksi pun menjadi mahal. Alhasil harga gas di Indonesia tinggi sekali yang memang memberatkan industri.
"Biaya eksploitasi migas di Indonesia itu mencapai 47 dollar AS per barel padahal negara tetangga saja bisa 15 dollar AS per barel," katanya.
Selain biaya eksploitasi, sumur-sumur yang sudah tua, sambung Achsanul juga membuat bisnis tersebut menjadi tidak menarik.
Belum lagi, menurut Achsanul banyak trader-trader yang mengambil untung tinggi dari bisnis gas bumi.
"Struktur biaya eksploitasi harus dibenahi. Sehingga hulu bisa murah karena 90 persen harga gas itu ditentukan dari hulu-nya. Belum lagi masalah trader yang berbisnis di sini jadinya rantai bisnis ini tidak efisien," tuturnya.
Seperti diketahui, industri dalam negeri mengeluhkan tingginya harga gas bumi yang mereka beli.
Apalagi bila dibandingkan dengan harga gas di negara tetangga harganya jauh lebih mahal di Indonesia.
Menurut data Kementerian Perindustrian, harga gas bumi di Singapura hanya sekitar 4,5 dollar AS per juta British thermal unit (MMBTU), Malaysia 4,47 dollar AS per MMBTU, dan Filipina 5,43 dollar AS per MMBTU.