TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Untuk mewujudkan pemerataan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia Indonesia di bidang industri digital, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) kembali menghadirkan program BEKRAF DEVELOPER DAY (BDD). Kali ini Kota Medan menjadi destinasi BDD berikutnya yang digelar Sabtu (1/10/2016) di Hotel Adimulia.
Sebelumnya, acara serupa digelar di Bandung (28/5), Yogyakarta (30/7) dan Surabaya (4/9) dan dihadiri ribuan peserta. Diharapkan, tema yang diusung pada even ini, yaitu mewujudkan kemandirian bangsa melalui teknologi digital, bisa terealisasi secepatnya.
BDD menghadirkan sejumlah pakar dan pelaku industri untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi peserta serta membangun ekosistem yang berkualitas bagi para startup digital. Khususnya di kota Medan.
Wakil Kepala Bekraf Ricky Pesik menilai kebutuhan terhadap developer developer lokal yang berkualitas sangat tinggi. Karena selama ini sejumlah perusahaan besar di bidang teknologi di tanah air harus memakai jasa outsource dari luar negeri.
”Karena itulah Bekraf memiliki sebuah program yang disebut Bekraf Developer Day untuk meningkatkan kompetensi dan memperbanyak developer di Indonesia ini, kita bekerja sama dengan berbagai pihak terkait dengan industri teknologi yang ada di Indonesia tentunya.
Di hadapan 535 peserta, Bekraf dan pemateri memberikan dukungan, pengalaman, tips dan inspirasi dalam pengembangan industri digital khususnya seputar internet of things (IoT) dan aplikasi android.
Seperti bagaimana menentukan arah dan jenis aplikasi yang ingin dibuat serta memilih jenis platform yang pas untuk awal pengembangan aplikasi. Kegiatan tersebut diharapkan bisa memperbanyak developer lokal yang bisa bersaing secara global.
Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari menyebutkan bahwa developer game lokal hanya memiliki andil sebesar 1,2 persen dari market share Indonesia yang mencapai Rp, 4,1 triliun pada tahun 2015. Oleh karena itu,diperlukan strategi yang tepat agar bisa bersaing dengan aplikasi asing.
“Jadi memang kita harus cari game game yang disukai oleh orang Indonesia. Sangat localize gitu. Jadi jangan coba bertarung untuk membuat counter strike (game tembak menembak, red) yang baru,” tuturnya.
Sementara itu, Narendra Wicaksono selaku Co-Founder Dicoding Indonesia menilai pemerintah perlu menerbitkan regulasi yang memihak developer lokal. Salah satunya bagaimana mendapatkan jalur distribusi yang maksimal. Dimana saat ini jalur distribusi tersebut masih dikuasai asing seperti playstore.
“Di industri film ada regulasi. Kalau film Indonesia, itu harus berapa persen dari total layar. Iya kan? Harus ada film Indonesia, jangan semuanya film Hollywood. Di industri ini belum diatur,” tuturnya.