TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Misbakhun, Anggota Komisi Keuangan, Perencanaan Pembangunan, dan Perbankan DPR RI mengajak Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono mengikuti program pengampunan pajak alias amnesti pajak. Ia menilai, Ketua Umum Partai Demokrat tersebut seharusnya tidak ragu untuk melaporkan aset kekayaan melalui amnesti pajak.
"Tidak menutup kemungkinan Pak SBY ikut, kalau beliau menganggap perlu ikut," kata Misbakhun di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/10).
Kendati tahap pertama amnesti pajak telah berakhir pada 30 Oktober 2016 lalu, program pemerintahan Jokowi ini masih berlangsung.
"Banyak kok purnawirawan TNI Polri yang ikut tax amnesty, jadi Pak SBY tak perlu ragu ikut. Siapapun belum terlambat ikut walaupun harganya naik dari dua menjadi tiga persen?" ungkapnya.
Ia menjelaskan, amnesti pajak merupakan kesempatan apik untuk pengusaha, politisi hingga tokoh masyarakat. "Ini kesempatan bagi siapa saja yang mau ikut. Masih banyak kok pengusaha yang mau ikut," ucapnya.
Wakil Ketua Umum Demokrat Syarief Hasan memastikan, SBY taat pajak dan rutin menyampaikan laporan pajak sesuai aturan.
"Orang yang ikut tax amnesty itu kalau ada harta yang belum pernah dilaporkan, kalau enggak ada buat apa," kata Syarief Hasan.
"Laporan keuangan secara teratur disampaikan. Kalau setelah itu ada lagi laporan kekayaaan yang tidak dilaporkan, baru tax amnesty," tambah dia.
Terpisah, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mempersiapkan diri untuk program pengampunan pajak atau amnesti pajak untuk periode II. Namun, Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI mengatakan, pada program tax amnesty periode II, nilai penjaringan dana tak akan sebesar seperti periode I.
Pasalnya, para wajib pajak akan memanfaatkan program tax amnesty periode I dengan biaya lebih rendah, dibandingkan dengan nilai tebusan 3% untuk deklarasi dalam negeri dan repatriasi luar negeri, dan nilai tebusan 6% untuk deklarasi luar negeri. "Kebanyakan mereka memanfaatkan nilai tebusan terendah yaitu 2%," ujar Haru.
BRI mencatatkan dana tebusan senilai Rp 1,9 triliun dari 25.000 nasabah, dan dana repatriasi senilai Rp 1,6 triliun dari 61 orang. Penjaringan dana program tax amnesty ini sejak periode Juli 2016-September 2016.
Untuk diketahui, Empat bank badan usaha milik negara turut meringankan pekerjaan pemerintah dalam mengejar target amnesti pajak. Hingga akhir September 2016, bank pelat merah berkontribusi menjadi saluran uang tebusan sebesar Rp 26,6 triliun atau hampir 30% dari total uang tebusan sebesar Rp 89,2 triliun.
Sepanjang periode pertama amnesti pajak yang tutup akhir September, Bank Mandiri tercatat menjadi bank perantara uang tebusan terbesar di antara bank BUMN. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan, total uang tebusan yang dihimpun Bank Mandiri mencapai Rp 13,187 triliun.
Belasan triliun itu terkumpul dari 73.965 transaksi uang tebusan. Sementara, dana repatriasi senilai Rp 1,32 triliun dari 214 transaksi. Asal tahu saja, awalnya Bank Mandiri hanya mematok target dana amnesti pajak mencapai Rp 9 triliun di akhir 2016.
Kemudian ada PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) yang mencatatkan uang tebusan terbesar kedua sebesar Rp 8 triliun. Sedangkan dana repatriasi mencapai sebesar Rp 200 miliar.
Selanjutnya, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). "Uang tebusan yang sudah masuk sebesar Rp 3,5 triliun," ujar Achmad Baiquni, Direktur Utama BNI, akhir pekan lalu. Sedangkan dana repatriasi yang sudah mengalir masuk terbilang minim, atau di bawah Rp 500 miliar.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, dana repatriasi yang masuk melalui bank BUMN lebih sedikit ketimbang bank swasta. Sebab, pemilik dana jumbo mayoritas menempatkan dananya di bank swasta.
Sebagai perbandingan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, uang tebusan program amnesti pajak yang berasal dari tiga bank swasta asal Singapura yang beroperasi di Indonesia mencapai Rp 2 triliun per 24 September. Tiga bank tersebut adalah OCBC NISP, UOB Indonesia dan Bank DBS. (tribunnews/ferdinand/kontan)