News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hasil Kongres Gambut Malaysia Diprotes

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas pemadam gabungan dari berbagai unsur berjibaku untuk memadamkan api di lokasi kebakaran lahan gambut yang berada di Kelurahan Air Hitam, Payung Sekaki, Pekanbaru, Kamis (11/8). Selain melibatkan puluhan personel pemadam, dua alat berat juga bekerja sepanjang hari untuk membangun embung penampung air akibat jauhnya sumber air hingga menyulitkan proses pemadaman. Tribun Pekanbaru/Melvinas Priananda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat dan akademisi berkomentar terhadap hasil Kongres Gambut Internasional ke-15 di Kuching, Sarawak, Malaysia, 15-19 Agustus 2016 yang mengatasnamakan 139 pakar dari 20 negara dan 115 institusi akademis, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil. Isu-isu sensitif terkait dampak lingkungan menjadi perdebatan setelahnya.

Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Abdul Rauf mengatakan, kampanye negatif terhadap pengelolaan gambut di Indonesia harusnya didasarkan pada data dan fakta di lapangan.

Sebab selama ini, di Sumatra Utara pengelolaan gambut yang benar telah membuahkan hasil yang menjanjikan bagi sejumlah perusahaan perkebunan.

Untuk itu, ia memprotes atas pemberitaan di berbagai media terkait hasil kongres tersebut menurutnya tidak etis. "Sebagian besar nama-nama tersebut bukan peserta kongres dan tidak berkompetensi untuk mengkritisi keputusan kongres tersebut," ujar Abdul, Senin (10/10).

Menurut Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), DR Sudarsono Soedomo, gambut di Indonesia telah dimanfaatkan turun temurun melalui kearifan lokal oleh banyak suku di Indonesia.

Masalah timbul, ketika asing terusik dengan keberhasilan penanaman sawit di lahan gambut. Sejak itu, berbagai kampanye hitam mulai marak, namun tidak konsisten.

“Sebentar dibilang minyak sawit tidak sehat, sebentar lagi penanaman di gambut tidak sustainable, dan lain sebagainya. Ini yang bikin bingung. Masalahnya pada sawit atau gambut atau memang ingin mematikan industri ini, “ ujarnya.

Sudarsono mengharapkan, pemerintah tidak terpancing oleh hal ini. Indonesia diprovokasi untuk moratorium, sementara negara barat tetap menghasilkan emisi besar-besaran melalui industrinya. Namun, Indonesia tidak pernah protes, malah balik menghantam industri unggulan sendiri.(Noverius Laoli)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini