Sebagian besar keuntungan tersebut nantinya justru bakal mengalir ke kantong perusahaan induk mereka di luar Indonesia, sehingga kontradiktif terhadap upaya tax amnesty.
Diungkapkannya, dalam pencatatan keuangan di Indonesia salah satunya yang banyak diakali adalah Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Penarikan item ini di Indonesia jika sebuah perusahaan untung.
Menurut Yustinus, laba bisa dibikin mau untung atau rugi. Rugi bisa terjadi karena rugi fiskal akibat selisih kurs, biaya bunga, dan lainnya.
Bahkan ada yang canggih seperti memasukkan item yang bisa menekan keuntungan atau menggeser keuntungan. Padahal secara akademis bisa dilihat itu substance to perform atau tidak.
"Kalau Indonesia menganut pajak dikenakan atas omzetnya, itu gampang mengawasinya. Tapi, karena Indonesia menganut pajak berbasis profit, profit bisa dibikin dan tampaknya merugi. Ini harus cermat melihatnya," ungkapnya.
Merujuk pada laporan keuangan 2015, hanya Telkomsel yang membayar pajak PPh badan. Sedangkan, XL Axiata dan Indosat Ooredoo tidak dikenakan PPh badan karena perusahaan merugi.
"Keduanya tidak bayar pajak PPh Badan karena merugi. Rugi fiskal karena selisih kurs, ada biaya bunga, itu yang mengherankan sebenarnya. Industri telekomunikasi sampai merugi," sesalnya.(Aprillia Ika)