Laporan Wartawan KONTAN, Handoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak tahun 2014, pemerintah telah menggulirkan program jaminan sosial berupa jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan.
Untuk mengimplementasikannya, mulai Januari 2014, pemerintah telah menyelenggarakan program ini lewat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan menyusul program jaminan ketenagakerjaan di bawah BPJS Ketenagakerjaan pada pertengahan 2015.
Meski begitu, hingga dua tahun berjalan, implementasi program jaminan sosial kesehatan lewat BPJS Kesehatan belum maksimal, baik dari sisi regulasi maupun pelaksanaan di lapangan.
Implementasi program jaminan sosial selama dua tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dinilai masih banyak yang tumpang tindih.
Sistem pendanaan program jaminan sosial juga dikhawatirkan tidak mencukupi lantaran masih minimnya kepesertaan.
Hingga 9 Oktober 2016, jumlah penduduk Indonesia yang telah terdaftar sebagai peserta jaminan sosial kesehatan sebanyak 168,80 juta jiwa.
Bila dibanding dengan total penduduk Indonesia yang sekitar 255 juta jiwa, artinya baru sekitar 66 persen penduduk Indonesia yang terlindung oleh jaminan sosial.
Padahal, bila merujuk pada target yang diamanatkan Undang-Undang, pada 2019, seluruh penduduk Indonesia harus terlindungi oleh jaminan sosial.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Zaenal Abidin mengatakan, regulasi jaminan sosial masih banyak yang tidak sinkron, baik dari pemerintah pusat maupun daerah. "Perlu dibicarakan kembali, disinkronkan pemahamannya. Integrasi belum 100 persen," katanya.
Belum lagi, masalah defisit BPJS Kesehatan yang masih terjadi lantaran missmatch antara pendapatan dari iuran peserta dan jumlah klaim manfaat.
Keluhan lain yang kerap diterima oleh DJSN terkait program jaminan sosial adalah tentang fasilitas layanan kesehatan dalam program ini.
Misalnya saja, sebaran dokter dalam program BPJS Kesehatan yang belum merata. Alhasil, kondisi ini membuat penumpukan pasien di beberapa titik fasilitas rujukan tertentu.
Fasilitas penunjang program jaminan kesehatan seperti ketersediaan obat juga masih banyak dikeluhkan.
Untuk mengatasi hal ini, Zaenal bilang, dalam tiga tahun ke depan pemerintah harus segera menyusun strategi baru terutama untuk menarik kepesertaan baru terutama dari golongan bukan pekerja.