TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian kembali menggelar Pameran Produk Indonesia (PPI) untuk menampilkan produk unggulan yang mampu dihasilkan industri dalam negeri.
Penyelenggaraan PPI 2016 fokus menampilkan produk-produk unggulan dari industri alat dan mesin pertanian (alsintan) serta alat kesehatan (alat kesehatan).
Produk dari kedua industri dalam negeri tersebut saat ini memiliki daya saing tinggi dan kebutuhan pasar yang luas.
“Di samping itu, alasan PPI 2016 memilih tematik produk industri alat dan mesin pertanian serta industri alat kesehatan dan laboratorium karena kedua sektor tersebut termasuk dalam kelompok industri prioritas sesuai Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035,” kata Sekjen Kemenperin Syarif Hidayat pada Pembukaan PPI 2016 di Surabaya, Kamis (20/10/2016).
Kemenperin mencatat, pada 2014, pangsa pasar atau total kebutuhan alat kesehatan di Indonesia sebesar Rp 30 triliun, tetapi masih perlu dioptimalkan pemenuhan produk industri dalam negeri.
Sedangkan, data e-planning Kementerian Kesehatan, memperlihatkan kebutuhan pengadaan alat kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah mencapai Rp 15,4 triliun. Namun, dari jumlah itu, baru 40,38 persen yang bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri.
Sementara itu, kata Syarif, industri alat kesehatan dalam negeri mampu membukukan nilai ekspor sebesar Rp 4 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa potensi industri alat kesehatan dalam negeri masih cukup besar untuk terus dikembangkan sehingga tidak ketergantungan dengan produk impor.
“Jumlah industri alkes saat ini sebanyak 234 perusahaan dan tingkat pertumbuhan rata-ratanya mencapai 10 persen per tahun,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Pemerintah optimis industri alat kesehatan dalam negeri dapat segera memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan secara nasional.
Keunggulan lain dari produk alat kesehatan lokal, yakni harganya cukup bersaing karena bisa 20-30 persen lebih murah dibandingkan produk impor.
“Sedangkan dari sisi kemampuan, industri kita telah mampu memproduksi, antara lain furnitur rumah sakit, stetoskop, elektromedik, alat medis sekali pakai, kostum medis, serta alat rapid test,” tutur Syarif.
Namun demikian, produsen alat kesehatan dalam negeri terus dituntut untuk meningkatkan kualitas, karena selain penerapan SNI juga harus mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan dengan persyaratan tertentu sesuai ketentuan medis. Hal ini pula untuk menjamin keamanan bagi konsumen.
Syarif menegaskan, Pemerintah bertekad mendorong pengembangan industri alat kesehatan dalam negeri. Apalagi telah diperkuat melalui Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
Upaya pengembangan yang dilakukan, antara lain melalui fasilitasi untuk promosi, pelaksanaan program peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) pada pengadaan alat kesehatan di instansi pemerintah, serta fasilitasi kegiatan litbang dan pengembangan SDM melalui Pusat Pengembangan Teknologi dan Industri Alat Kesehatan (PPTI-Alkes) yang bekerja sama dengan perguruan tinggi.
Potensi industri alsintan