TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu mengumumkan angka kemiskinan dan pengangguran terbuka di Indonesia menurun.
Namun, apakah angka itu benar adanya?
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartarti mengatakan, penurunan angka kemiskinan dan pengangguran memang terjadi di tahun kedua pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Namun, angka itu tidak benar-benar turun.
"Walaupun penurunannya tipis, it’s okay memang menurun," kata Enny saat diskusi bertajuk “Kerja-Citra-Drama” di Jakarta, Sabtu (22/10/2016).
Baca: Kemiskinan Masih Jadi Masalah Utama Pemerintahan Jokowi-JK
Baca: Indef: Penurunan Angka Kemiskinan Bersifat Semu
Ia pun memberikan sejumlah catatan. Informasi yang di-publish BPS memuat sejumlah data, di antaranya tingkat pendapatan buruh baik itu di sektor pertanian maupun bangunan yang mengalami penurunan.
Besarnya penurunan mecapai 4,35 persen untuk buruh tani, dan 2,28 persen untuk buruh bangunan.
Sementara, untuk tingkat pengangguran yang dianggap menurun, menurut Enny, pemerintah tidak bisa membandingkan apple to apple.
Ia mencontohkan, penurunan upah buruh tani dan buruh bangunan, menyebabkan, seluruh anggota keluarga mereka harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.
"Makanya, istrinya, anaknya, harus bekerja. Tapi di sektor informal. Itu yang membuat angka pengangguran terbuka menurun," kata dia.
Di sisi lain, meski tingkat inflasi di masyarakat rendah, namun harga sejumlah barang kebutuhan bahan pokok justru naik.
Hal itu-lah yang membuat inflasi di sektor bahan makanan mengalami kenaikan tinggi.
Sedangkan, bahan makanan hampir menguasai 70-80 persen porsi belanja rumah tangga.
"Padahal, harga komoditas dunia turun, tapi harga pangan kita sendiri yang naik. Padahal menteri sendiri yang bilang kita surplus," ujarnya.
Penulis: Dani Prabowo