Kala itu permintaan pasar didominasi kostum KW. Namun Dedy melihat peluang kostum asli juga besar, hingga akhirnya ia mendirikan tokonya pada pada 2008. Selain menawarkan kostum asli yang sudah menjadi koleksi pribadi,
Dedy juga mendatangkan kostum-kostum dari luar negeri. Kebanyakan dari Singapura dan Thailand.
Namun kalau di dua negara itu tidak tersedia, terpaksa harus mendatangkan langsung dari negara asalnya.
Ia juga menjalin kerja sama dengan produsen-produser kostum sepakbola resmi yang ada di Indonesia, seperti Adidas atau Nike.
Langkah-langkah Dedy memang bukan rumus pasti dalam berbisnis kostum sepakbola asli.
Buktinya Mohammad Septo Riza yang memiliki kios serupa di bilangan Senayan, Jakarta Pusat, punya cerita berbeda.
Septo mengaku justru sebisa mungkin menghindari stok dari luar negeri. Sebab dalam prinsip bisnisnya, keuntungan yang diperolah harus di atas 30% jika ingin terus bertahan.
“Kalau mengandalkan stok dari luar negeri, sulit mencari profit di atas 30%,” tutur Septo berterus terang.
Untuk itu salah satu cara yang ditempuhnya adalah blusukan ke pasar-pasar loak untuk mencari kostum asli. Meski barang bekas, baginya tidak masalah. Yang paling penting: asli.
“Percaya deh, yang asli pasti banyak yang nyari,” ujarnya mantap.
Yang jarang jadi peluang
Datangnya musim-musim panen penjualan juga menjadi berkah tersendiri bagi para pedagang kostum asli.
Momen yang bisa dipastikan menjadi musim panen adalah bergulirnya musim baru sepakbola di Eropa bergulir, yakni pada Agustus dan September. Permintaan kostum yang menderas, ikut berimbas kepada kostum asli.
Faktor lain yang juga mendongkrak bisnis adalah atmosfer euforia kemenangan. Jika sebuah kesebelasan baru saja menang atau menjadi juara, hampir pasti dalam beberapa bulan ke depan, kostumnya akan laris manis.