Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli dibidang perumahan ITB, Mohammad Jehansyah Siregar mengatakan perlunya pemerintah melalui kementerian teknis, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membuatkan petunjuk dan pelaksaan dari holding perumahan.
"Peraturannya harus segera diterbitkan agar holding ini dapat segera melaksanakan tugasnya dalam membangun rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah (MBR)," kata Jehansyah di Jakarta, Rabu (8/12/2016).
Menurutnya, di dalam holding seharusnya negara lebih tampil dalam rangka membangun rumah bagi rakyat, demi tercapainya program satu juta rumah serta mengatasi kekurangan kebutuhan rumah (backlog).
Dia menjelaskan, sebenarnya hadirnya PP Nomor 83 Tahun 2015 telah mengatur secara jelas tugas, pokok, dan fungsi Perum Perumnas dalam penyediaan rumah bagi MBR bahkan lebih jelas dibandingkan peraturan sebelumnya.
Melalui PP, kata Jehansyah, Perumnas seharusnya dapat terlibat sebagai lead di dalam holding tersebut, serta fungsinya dapat ditingkatkan lagi sebagai National Housing Development seperti dipakai di sejumlah negara.
"Kementerian PUPR, seharusnya lebih tampil untuk memperkuat kehadiran holding perumahan tujuannya untuk mengamankan penyediaan rumah bagi MBR agar target satu juta tercapai minimal 70 persen," tutur Jehansyah.
Oleh sebab itu, Jehansyah menilai kementerian teknis harus segera membuat mekanisme agar holding tersebut segera berjalan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR tanpa harus membuat anggota holding tersebut tekor.
"Holding tersebut nantinya bertugas menyediakan rumah sesuai rumah tangga sasaran (public housing), juga menyedian rumah susun bertingkat baik milik maupun sewa yang lokasinya dekat dengan pusat-pusat ekonomi maupun dekat dengan moda transportasi," ujarnya.
Sementara ahli dibidang pembiayaan perumahan, Erica Soeroto mengatakan, perlunya dilakukan pemetaan terhadap kemampuan masyarakat dalam membeli rumah, jangan sampai holding bangun rumah, tetapi daya beli masyarakat tidak ada.
Menurut Erica, KPR jangan diserahkan kepada perbankan karena mereka menggunakan dana jangka pendek seperti tabungan, giro, dan deposito, sementara KPR rata-rata memiliki jangka panjang.
Sehingga, nantinya holding perumahan perlu didampingi dengan perusahaan pembiayaan khusus perumahan yang mampu menyalurkan dana jangka panjang dengan tingkat bunga rendah.
Caranya, kata dia, dengan memanfaatkan dana-dana dari pasar modal seperti obligasi atau kalau diluar negeri dikenal dengan lembaga keuangan khusus non bank yang ditujukan untuk membiayai usaha mikro juga rumah bagi MBR.
"Sebelumnya kita pernah punya lembaga semacam itu melalui bank papan sejahtera, namun saat ini sudah ditutup. Ke depannya lembaga semacam itu dapat dihidupkan kembali," ujar Erica.
Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini memang pemerintah memiliki dana subsidi melalui FLPP, namun masyarakat tetap tidak mampu untuk membeli rumah karena bunga KPRnya masih tidak terjangkau.
"Untuk itu perlunya melalui lembaga keuangan tersebut untuk menyediakan kredit usaha mikro, tujuannya agar kemampuan masyarakat yang akan mencicil rumah tersebut diperkuat, terutama masyarakat yang berkerja di sektor informal," pungkasnya.