TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah tengah menggodok sejumlah rencana penyiapan tenaga kerja di sektor prioritas sesuai perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar masalah ketenagakerjaan bisa terealisasi secepatnya.
Hal itu disebutkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution saat membuka rapat koordinasi Penyiapan Tenaga Kerja Sektor Prioritas di Jakarta, Kamis (8/12/2016) kemarin.
"Presiden selalu mengingatkan agar kita menyiapkan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas dalam jumlah jutaan, bukan ratusan ribu lagi," kata Darmin.
Ada delapan profesi yang masuk dalam kebijakan pasar bebas seperti tercantum dalam ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA).
MRA masing-masing profesi telah menetapkan standar dan kompetensi yang diperlukan di kancah ASEAN.
Nantinya, Indonesia bisa menerima tenaga kerja dari negara-negara ASEAN untuk profesi-profesi ini, begitu juga sebaliknya.
Delapan profesi itu adalah insinyur, arsitek, tenaga pariwisata, akuntan, dokter, dokter gigi, surveyor, dan perawat.
Sedangkan sektor prioritas dalam konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berjumlah 12 sektor, yakni produk berbasis agro, produk berbasis karet, produk berbasis kayu, e-ASEAN, kesehatan, transportasi udara, elektronika, pariwisata, tekstil dan produk tekstil, perikanan dan produk perikanan, otomotif, dan jasa logistik.
Untuk mencetak tenaga kerja trampil yang dibutuhkan industri, pemerintah pun merancang pendidikan dan pelatihan vokasi yang diprioritaskan di bidang pembangunan infrastruktur, sertifikasi tanah rakyat, industri manufaktur, farmasi, dan pariwisata.
"Untuk menyediakan tenaga kerja besar-besaran, kita butuh tempat pelatihan dengan peralatan yang benar-benar seusai dengan yang dibutuhkan industri. Jadi kalau lulus, tak perlu ada adjustment lagi," tutur Darmin.
Karena itu, Darmin menegaskan perlunya identifikasi mengenai profesi apa saja yang dibutuhkan industri, termasuk industri dengan skala yang besar agar bisa dilihat dari sisi demand-nya.
"Kalau tidak begitu, kita tidak akan pernah melahirkan kelembagaan yang kuat untuk pelatihan dan sertifikasinya," tegasnya.
Hadir dalam rapat antara lain Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto serta pejabat kementerian/lembaga terkait.
Sinergi
Menurut Menaker Hanif Dhakiri, untuk merealisasikan semua itu diperlukan sinergi akademik, perguruan tinggi dan pelatihan vokasionalnya. Sehingga standar kompetensinya bisa dijalankan.
Misalnya untuk orang yang magang, tentu harus jelas kerangka kerjanya seperti apa, insentifnya berapa, jangka waktu kerjanya berapa lama.
"Baru setelah itu dia diberikan sertifikasi agar keluarnya nanti dia bisa dipercaya oleh penyedia lapangan kerja karena memiliki kompetensi," tandasnya.
Sementara itu, Menperin Airlangga menyatakan perlunya pemerintah menggandeng industri untuk menghasilkan tenaga kerja yang memiliki kompetensi.
Untuk mengikutkan industri secara masif, Kemenperin sedang merancang bagaimana caranya industri membuka pintu untuk kerja sama dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
"Selama ini, Indonesia hanya memiliki guru SMK yang berkualitas sekitar 20 persen saja," kata Airlangga.
Untuk meningkatkan kualitas pengajar SMK, Airlangga sedang menyiapkan konsep. Misal, tenaga kerja industri yang sudah memasuki masa pensiun (usia 56 tahun), notabene sudah berkecimpung di dunia industri cukup lama, akan dipindahkan saja menjadi guru SMK.
"Tentu kita beri modal berupa persiapan dan pelatihan sebelum terjun menjadi guru," tambahnya.
Darmin berharap sistem vokasional dan kompetensi bisa saling berintegrasi. Agar nantinya pelajar dapat memperoleh sertifikat kompetensi pada setiap jenjang pelatihan.
"Jadi setiap tahun, siswa bisa mendapat sertifikat kompetensi tertentu. Begitu pula pada tahun berikutnya, sehingga ketika lulus dia akan mendapat beberapa sertifikat kompetensi tertentu plus ijazah," tambahnya.
Untuk itu pemerintah masih harus mempelajari sekolah-sekolah vokasional yang sudah ada, terutama yang selama ini sudah terintegrasi dengan industri.
"Agar kita bisa memperoleh gambaran terbaik dari lembaga vokasional yang sudah ada," tutup Darmin.(Iwan Supriyatna)