TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah alasan diduga menjadi penyebab mengapa realisasi megaproyek pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) IPP Jawa 1 terkesan lambat.
Direktur Eksekutif 98 Institute Sayed Junaidi Rizaldi berpendapat, megaproyek bernilai 2 miliar dolar atau sekitar Rp 26 triliun tersebut tidak bankable.
Menurutnya, sejak awal ketika megaproyek berkapasitas 2 x 800 megawatt (MW) itu diluncurkan, pihak pemberi pinjaman (lenders) mengindikasikan proyek tersebut tidak memenuhi persyaratan bank alias tidak bankable.
“Ketentuan yang tercantum dalam Request For Proposal (RFP) atau ketentuan tender dan perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/ PPA) sudah cacat sejak lahir,” ujar Sayed dalam keterangan persnya kepada Tribun, Kamis (12/1/2017).
Mengutip data temuan lenders, Sayed mengatakan, ditemukan lebih dari 90 isu di mana syarat dan ketentuan (terms and conditions) tidak sesuai dengan logika bisnis. Selain itu juga terlihat adanya inkonsistensi.
Dia menyebutkan, antarklausul banyak yang tidak saling sejalan.
Dia berpendapat, PT PLN (Persero) seharusnya tidak langsung mendeterminasi megaproyek.
Jika penawar tingkat pertama gagal menandatangani dokumen sales and prochase agreement (dokumen jual beli/PPA), PLN kemudian menanyakan ke penawar tingkat kedua atau ketiga sebagai standby bidder.
Jika standby bidder menyatakan tidak sanggup menggarap proyek tersebut , tender ulang baru bisa dilaksanakan atau kembali ke penawar pertama dengan memperhatikan kompleksitas proyek IPP Jawa 1.
Dia menilai kegagalan lelang megaproyek PLTGU Jawa 1 ini merupakan kedua kalinya setelah sebelumnya PLN mengumumkan pembatalan proyek PLTGU Jawa 5 kepada peserta tender pada 18 April 2016.
Setelah pembatalan tersebut PT PLN menunjuk langsung anak usaha PT Indonesia Power sebagai pelaksana proyek karena alasan agar proyek segera digarap dan target beroperasinya tidak meleset dari target, yakni awal 2019.
Dua konsorsium peserta tender, yakni Adaro-Sembcorp dan Mitsubishi ditengarai tidak memenuhi persyaratan teknis unit terminal regasifikasi terapung (floating storage regasification unit/ FSRU) yang dipersyaratkan PLN.
Megaproyek PLTGU Jawa 1 diikuti beberapa konsorsium. Antara lain, Pertamina bersama Marubeni dan Sojitz serta konsorsium Mitsubishi Corp-JERA bersama PT Rukun Raharja Tbk dan PT Pembangkitan Jawa Bali.
Konsorsium lainnya adalah PT Adaro Energi Tbk-Sembcorp Utilities PTY Ltd, dan konsorsium PT Medco Power Generation Indonesia-PT Medco Power Indonesia-Kepco-dan Nebras Power.