News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat UI Beber Dampak 'Mengejutkan' Pencopotan Direksi Pertamina

Editor: Robertus Rimawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

President Indonesia Strategic Managemen Society (PISMS), dosen dan Pengamat UI, Sari Wahyuni PhD.

Dengan mengulang pernyataan Menteri BUMN Rini Soemarno pada 28 November 2014, ia menambahkan, penunjukkan Dwi Soetjipto sebagai orang nomor satu di Pertamina dengan goal mempercepat transformasi Pertamina untuk menjadi perusahaan kelas dunia dan sekaligus menerapkan sistim transparansi yang berlaku dari hulu hingga ke hilir.

Oleh karena itu,masyarakat Indonesia sudah dapat membaca apa yang terjadi dengan kasus pencopotan tersebut.

Karena kasus ini, lanjutnya, Pertamina harus menghadapi realita masa depan 'mengejutkan' yang tidak jelas dan kelanjutan proses transformasi dipertanyakan.

Dan bagi Sari, pernyataan Menetri BUMN Rini Soemarno yang menjelaskan alasan personal dan dualisme kepemimpinan sebagai landasan penggantian direksi Pertamina dirasa sangat sederhana sekali.

“Pertanyaannya adalah bagaimana masa depan Pertamina. Fenomena ini banyak dijelaskan oleh para ahli di bidang manajemen strategis."

"Betapapun bagusnya suatu strategi semuanya tergantung pada implementasinya."

"Penerapan strategi ini akan sangat ditentukan oleh pemimpinnya, budaya organisasi, SDM sistem dan satu lagi yang sering terlupakan tapi bisa sangat menentukan adalah politik."

"Banyak orang yang berkompeten akhirnya tersungkur ataupun disingkirkan yang terakhir ini nampaknya yang terjadi di Pertamina."

"Jika seperti ini terus kondisinya, Pertamina sebenarnya tidak memiliki masa depan,” ujarnya.

Pertanyaan kedua, masih menurut Sari Wahyuni, adalah bagaimana masa depan amanat Pasal 33 UUD 1945 yakni demi kemakmuran sebesar-besarnya rakyat Indonesia yang harus dipikul oleh Pertamina dan industri migas Indonesia, akan diwujudkan.

Dalam posisi ini, Pemerintah JokoWidodo harus berhati-hati, karena situasi tidak kondusif ini biasanya dapat mengkebiri organisasi atau bahkan membawa organisasi ke arah yang salah terutama ketika konflik memang ditunggangi oleh kepentingan–kepentingan tertentu.

Banyak contoh dalam literature yang menegaskan “conflict is a silent weapon” yakni konsentrasi dan energi korporasi justru lari ke konflik dan kinerja perusahaan terabaikan. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini