TRIBUNNEWS.COM - Tingkah polah Korporasi satu sama lain memang berbeda dalam menyikapi berbagai keputusan yang diambil dari Pemerintah.
Hanya saja bagi Korporasi global selalu memperlakukan karyawan sebagai aset paling berharga dan bukan sebagai alat memperoleh keuntungan semata.
PTFI sendiri merupakan anak perusahaan dari Freeport MacMoRan yang merupakan raksasa perusahaan pertambangan di Amerika.
Dari data yang didapat oleh ICER, tambang PTFI menyumbangkan sekitar 34% untuk tembaga dan 96% untuk penjualan emas.
Oleh sebab itu, tidak heran PTFI merupakan backbonebagi Freeport MacMoRan, tanpa PTFI Freeport akan kehilangan 1/3 keuntungannya.
Dilihat dari cost perpound tambang yang diperoleh hanya sekitar US$0.49/Pound , maka operasi tambang pada Freeport di Papua sangat rendah dibanding tambang Freeport di negara lain yang rata-rata disekitaran US$1.1/Pound,
Maka jelas tambang PTFI baik dilihat dari Produksi maupun Cost yang digunakan sangat menguntungkan Freeport MacMoRan.
Pekerja Indonesia Diujung Tanduk
PTFI sendiri saat ini masih ngeyel pada kesepakatan awal yang sudah mereka setujui bersama Pemerintah Indonesia dengan mengubah Kontrak Karya menjadi IUPK.
Pemerintah bergerak cepat karena tidak ingin nasib 33 ribu Pekerja Indonesia menjadi tidak menentu karena PTFI menghentikan produksi.
Penghentian produksi dikarenakan larangan ekspor mineral yang jika ditinjau kebelakang lagi-lagi dikarenakan PTFI ingin buying time.
PTFI telah mengajukan rekomendasi ekspor melalui surat No 571/OPD/II/3017 tanggal 16 Februari 2017 dengan menyertakan pernyataan komitmen membangun smelter dan sesuai dengan IUPK yang telah diterbitkan,
Dirjen Minerba menerbitkan rekomendasi ekspor untuk PTFI No 352/30/DJB/2017 pada 17 Februari 2017.
ICER sangat menyesalkan jika PTFI menolak rekomendasi ekspor tersebut hanya karena berusaha bernegosiasi terkait permasalahan pajak.