News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Freeport Indonesia

Freeport Indonesia Ngotot Ingin Pakai Perjanjian Kontrak Karya Tahun 1991

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja tambang bawah tanah Freeport Indonesia saat sedang beristirahat.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono‎

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Freeport Indonesia (PTFI) menyatakan akan tetap menggunakan kontrak perjanjian rasa Kontrak Karya (KK) yang pernah dibuat dengan Pemerintah RI tahun 1991.

Padahal, Pemerintahan Presiden Jokowi saat ini meminta perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut mengakhiri perjanjian Kontrak Karya Tahun 1991, demi memberi kesempatan kepada PTFI memperoleh izin operasi dan persetujuan ekspor konsentrat.

Presiden dan CEO Freeport-McMoran Inc, Richard C Adkerson mengatakan, PTFI tidak dapat melepaskan hak-hak hukum yang diberikan oleh KK sebagai dasar dari kestabilan dan perlindungan jangka panjang bagi perusahaan, para pekerja dan pemegang saham.

"Kepastian hukum dan fiskal sangat penting bagi PTFI untuk melakukan investasi modal skala besar jangka panjang yang diperlukan untuk mengembangkan cadangan perusahaan di lokasi operasi," ujar Richard, Jakarta, Senin (20/2/2017).

Baca: Chappy Hakim Mundur dari Freeport, Anggota DPR Ini Bilang Bukan Karena Tekanan

Menurut Richard, PTFI berkomitmen mengubah KK menjadi ke ijin usaha pertambangan khusus (IUPK) pada saat pemerintah dan perusahaan menandatangani perjanjian investasi, sebagaimana di atur dalam KK.

"Ekspor akan diijinkan dan kontrak karya tetap berlaku sebelum ditandanganinya perjanjian investasi, namun peraturan-peraturan pemerintah saat ini mewajibkan kontrak karya diakhiri untuk memperoleh ijin ekspor, ini tidak dapat kami terima," tutur Richard.

Baca: Pengamat: Chappy Hakim Mundur dari Dirut Freeport karena Kuatnya Tekanan dari Kanan-Kiri

Lebih lanjut dia mengatakan, karena perusahaan tidak dapat melakukan ekspor tanpa mengakhiri KK, maka akan terjadi konsekunesi yang tidak menguntungkan bagi semua pemangku kepentingan, seperti penangguhan investasi modal, pengurangan pembelian barang dan jasa domestik, serta pengurangan pekerja.

"Ini kami terpaksa menyesuaikan pengeluaran-pengeluaran kegiatan kami sesuai dengan pembatasan produksi tersebut," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini