TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) siap berdiskusi dengan PT Freeport Indonesia (PTFI). Staf Khusus Bidang Komunikasi Menteri ESDM, Hadi M Djuraid mengatakan, pemerintah sebenarnya telah memberikan solusi berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang ditawarkan kepada Freeport.
Freeport bahkan diberikan waktu selama enam bulan untuk mengkaji mengenai IUPK tersebut.
"Dalam enam bulan ini semestinya berjalan normal dan masyarakat tidak jadi korban. Itu solusi dan titik tengah dari pemerintah sehingga perusahaan tetap berjalan, mereka pun punya waktu untuk mengkaji apakah menerima sepenuhnya IUPK ini atau ada pikiran lain," jelas Hadi, Senin (27/2/2017).
Jika Freeport tidak bisa menerima IUPK yang ditawarkan pemerintah, maka Freeport tetap bisa berstatus KK. Namun tidak boleh lagi melakukan ekspor konsentrat.
"Kami beri jalan dan membuka diri bahwa IUPK ini kalau tidak cocok, bisa kembalikan. Kami kasih jalan semaksimal mungkin sepanjang tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku. Jadi Freeport bisa kembali ke KK, tapi dengan catatan ketika jadi KK, ya tidak boleh ekspor lagi," ujar Hadi.
Pemerintah berharap tidak ada penghentian operasi tambang di Freeport.
Baca: Punya Pengalaman Lama di Industri Tambang, Inalum Siap Ambil Alih Freeport
Pasalnya, pemerintah telah mengantisipasi agar usaha Freeport di Papua tetap bisa berjalan, salah satunya dengan memberikan rekomendasi ekspor.
Selain itu, Hadi juga bilang, Kementerian ESDM telah melakukan koordinasi lintas kementerian agar rekomendasi eskpor bisa dijalankan. Namun, Freeport malah merumahkan karyawannya.
"Kan opsi lain belum tuntas, negosiasi juga masih berjalan, peluang untuk lakukan ekspor sudah dibuka. Tetapi kemudian langkah yang dilakukan pertama ialah PHK. Nah, ini saya kira situasi yang diperhitungkan pihak Freeport untuk mengurangi dampak yang lebih buruk terhadap situasi yang saat ini terjadi," katanya.
Hadi bilang, saat ini, memang belum ada laporan resmi kepada Kementerian ESDM terkait jumlah karyawan yang terkena PHK atau dirumahkan. Namun menurut Uskup Timika John Philip Saklil, Freeport telah merumahkan 1.150 pekerjanya.
Baca: Inalum Klaim Punya Dana untuk Ambil Alih 51 Persen Saham Freeport
Selain itu, Freeport juga mengurangi dan menghentikan dana bagi masyarakat. Padahal, menurutnya, Freeport harus menjalankan kewajibannya terhadap masyarakat dengan memberikan dana hak, dana hibah, dana corporate social responsibility (CSR).
Menteri ESDM Ignasius Jonan, Senin (27/2/2017) pagi, memang melakukan pembicaraan dengan perwakilan masyarakat Papua yang dihadiri oleh Uskup Timika John Philip Saklil, perwakilan Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK), perwakilan dari Suku Moni, Suku Dani, Suku Duga, Suku Damal, dan Suku Mee.
Selain itu, Bupati Mimika Eltinus Omaleng juga melakukan pembicaraan dengan Menteri ESDM.
Usia pembicaraan tersebut, Eltinus meminta pemerintah agar masyarakat Papua juga bisa memiliki bagian dari divestasi tersebut jika kontrak Freeport berubah dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Baca: Sejarawan: Sikap Keras Freeport Karena Ada Kepentingan Politik di Masa Lalu
Perusahaan tambang asing seperti Freeport memang wajib melakukan divestasi saham sebesar 51% yang diberikan kepada pemerintah Indonesia.
"Sekarang kami sampaikan ke Menteri, kalau KK jadi IUPK, apa yang kami miliki nanti? Posisi masyarakat dan pemerintah Papua ini ada di mana? Kalau jadi IUPK 51%, kami harus berapa persen dari situ? Ini yang kami tanyakan langsung ke Menteri," kata Eltinus di Kantor Kementerian ESDM Jakarta pada Senin (27/2).
Eltinus bilang, pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, menyanggupi untuk memberikan sebagian dari saham Freeport kepada rakyat Papua melalui Pemerintah Daerah.
"Jadi memang menteri janji di dalam 51% ada bagian dari ulayat. Tadi ini yang kami datang ke pak Menteri," jelas Eltinus.
Reporter: Febrina Ratna Iskana