TRIBUNNEWS.COM - Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) menilai langkah PT. Freeport Indonesia (PTFI) mengeluarkan kebijakan pengurangan tenaga kerja (PHK) sebagai tindakan yang tidak tepat.
Menurut JAMAN, secara signifikan tindakan tersebut dinilai sebagai upaya adu domba antara rakyat Papua dengan Pemerintah Indonesia.
“Freeport gunakan karyawan untuk adu domba rakyat dengan pemerintah,” kata Ketua Umum JAMAN, Iwan Dwi Laksono, di Jakarta, kamis (1/3).
Manajemen PTFI pada rabu (28/2) kemarin, telah mengeluarkan interoffice memorandum yang berisi pemberitahuan pengurangan tenaga kerja secara signifikan.
Perusahaan tambang tersebut beralasan hal ini terjadi lantaran belum adanya capaian dalam negosiasi PTFI dengan pemerintah Indonesia dalam melanjutkan ekspor konsentrat.
Negosiasi ini dilakukan karena PTFI menyatakan ketidaksanggupannya terhadap perubahan kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Menurut Iwan, tindakan tersebut sengaja dilakukan oleh Freeport untuk menekan pemerintah Indonesia.
“Freeport sengaja menggunakan pekerja untuk menekan pemerintah agar dikabulkan permintaannya,” ujarnya.
Iwan juga meminta pemerintah tidak bergeming dengan tekanan dan ancaman yang dilakukan oleh perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.
Dia berpendapat Pemerintah Indonesia merupakan pemerintahan berdaulat, yang tidak bisa ditekan dan diatur oleh siapapun.
“Pemerintah Indonesia jangan hiraukan tekanan dan ancaman tersebut, pemerintah kita berdaulat saat ini, tidak bisa ditekan siapapun,” jelas Iwan.
Sebelumnya, President dan CEO Freeport-McMoran Inc, Richard C. Adkerson, mengatakan larangan ekspor menyebabkan perusahaan tersebut harus mengurangi produksinya.
Perlu diketahui, izin ekspor konsentrat tembaga, emas, dan perak yang diproduksi oleh Freeport sendiri telah berakhir pada 12 Januari 2017 lalu dan ini berdampak pada ribuan tenaga kerja PTFI yang terancam di PHK.