Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengambilalihan saham PT Freeport Indonesia (PTFI) dinilai politisi ada dua opsi, yaitu menunggu kontrak karya habis pada 2021 atau memaksa berubah status menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Wakil Sekretaris Jenderal KPP Partai Rakyat Demokratik, Rudi Hartono menjelaskan, kontrak karya (KK) Freeport berakhir pada 2021 dan pemerintah secara otomatis mengambil alih seluruh kegiatan perusahaan pertambangan tersebut di Papua.
"Jadi ada dua pilihan, menunggu kontrak abis, atau divestasi 51 persen setelah menjadi IUPK. Divestasi ini saya melihat lebih baik ketimbang menunggu kontrak habis," tutur Rudi di Jakarta, Jumat (10/3/2017).
Sementara mengenai siapa yang akan menyerap 51 persen saham divestasi Freeport, Rudi melihat yang paling mampu dari segi sumber daya manusia dan pendanaan yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor pertambangan.
"Ada banyak jalur divestasi, tapi kalau pemerintah pusat itu tidak mungkin karena sedang defisit anggaran, Pemda itu juga sebaiknya jangan, nanti uangnya bisa dari asing juga, sehingga lebih baik BUMN," ujar Rudi.
Lebih lanjut dia mengatakan, pertambangan Freeport yang dikelola BUMN dapat memberikan keuntungan besar bagi negara Indonesia, karena pajak dan royaltinya akan masuk seluruhnya ke negara.
"Persoalannya nanti dalam negosiasi harga, penentuan harga saham tidak boleh memasukan cadangan yang ada di perut bumi karena itu punya negara," ucapnya.