TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Melonjaknya harga arang dalam negeri membuat para pengusaha arang kelapa 'menjerit'. Mereka pun meminta agar pemerintah segera mengatur tata niaga ekspor kelapa butir.
Jika arang dari India bisa dibeli seharga 330 dolar AS atau Srilanka sebesar 338 dplar AS maka anehnya harga arang dalam negeri bisa berkisar 448 dolar AS per ton. Padahal kebun kelapa Indonesia masih jauh lebih luas dibanding luas kebun kelapa gabungan antara India dan Srilanka.
Ketua Umum Perhimpunan Pengusaha Arang Kelapa Indonesia (Perpaki) Daniel Pesik meminta agar pemerintah membenahi eksportir kelapa bulat yang dilakukan oleh orang atau pengusaha asing di beberapa sentra penghasil kelapa terutama di Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat beberapa kota di Sumatera seperti Lampung, Palembang dan Indragiri Hilir.
Arang kelapa biasa dijadikan bahan karbon aktif yang digunakan untuk berbagai keperluan. Karenanya, selain membenahi ekspor kelapa butir, program peremajaan kelapa nasional secara besar-besaran.
"Ini penting untuk menjaga tingkat produksi kelapa Indonesia agar tetap stabil terutama dimasa 6 hingga 10 tahun mendatang. Tanpa peremajaan kelapa besar-besaran Indonesia, khususnya industri akan mengalami masalah kelangkaan bahan baku yang lebih parah. Harga kelapa untuk konsumsi domestik pun akan meningkat tajam yang justru tidak baik bagi konsumen," kata Daniel dalam keterangan persnya, Kamis (17/3/2017).
Sekjen Perpaki Mahmudi menambahkan, inndustri arang terutama briket merupakan industri yang berkontribusi besar bagi kesejahteraan masyarakat. Karena hampir semua industri berupa UKM (Usaha Kecil Menengah), mengolah bahan baku dari kebun yang juga hampir semuanya dimiliki petani atau masyarakat.
Nilai total ekspornya pun tidak sedikit yang jika dihitung bisa mencapai Rp 6 triliun hingga Rp 7 triliun, itupun telah mengalami penurunan yang signifikan dibanding satu atau dua tahun sebelumnya.
Persoalan mendasar dan mendesak untuk dicarai solusinya adalah tentang regulasi ekspor kelapa butir yang turut membawa tempurung kelapa sebagai bahan baku pembuatan arang yang dibutuhkan oleh perusahaan briket.
"Untuk itu kita menghimbau agar pemerintah segera mengeluarkan regulasi terkait ekspor kelapa bulat ini, tentunya dengan tidak mengabaikan kesejahteraan petani sebagai pemilik mayoritas kebun kelapa kita. Jika tidak dibenahi makin banyak perusahaan-perusahaan briket yang akan gulung tikar," jelasnya.
Sementara pengusaha arang kelapa , Abdillah Amir mengatakan, hampir semua arang yang ia produksi dan kumpulkan ia jual ke pengusaha briket di Jakarta, Cirebon dan Surabaya.
Dulu ada beberapa pembeli yang ia supply dengan system pembayaran dengan cara DP dan sisa pembayaran ditransfer saat arangnya tiba di pabrik pembeli. Cara ini ternyata menurut pengalamannya kurang pas karena beberapa pembeli malah enggan atau lambat membayar pelunasan sisanya.
Bahkan menurutnya ia masih memiliki piutang hingga seratus juta pada salah satu pembeli arangnya yang belum dibayar hingga kini selama hampir dua tahun.
"Padahal bagi saya pedagang kecil jumlah uang tersebut tentu sangat berarti. Ditagih pun yang adalah hanya janji. Ini yang harus diatur atau diperbaiki," ujarnya.