TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku jasa konstruksi kini sudah memiliki payung hukum dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia. Payung hukum tersebut adalah Undang Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
UU ini dianggap lebih lengkap ketimbang UU Jasa Konstruksi yang lama yakni UU Nomor 18 Tahun 1999.
"Semuanya pada prinsipnya keuntungannya kita memberikan payung lebih lengkap dari UU sebelumnya," ujar Direktur Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Yaya Supriyatna Sumadinata, di komplek DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (21/3/2017).
Yaya memaparkan sebelumnya pembahasan mengenai konstruksi terbatas untuk jasa konsultan penyedia bangunan. Sehingga pelaku usaha harus melalui biorkasi lebih panjang.
"Sekarang pemahaman dari tidak terbatas jasa konsultan dan kontruksi tapi meluas rantai pasoknya dan usaha penyedia bangunan yang kita sebut pengembang, pemilik bangunan, dan sebagainya," jelas Yaya.
Yaya menambahkan produk semua pelaku jasa konstruksi mendapat klasifikasi di dalam UU. Sehingga tidak ada tumpang tindih dalam pemilihan bisnis.
"Klasifikasi dari usaha pada UU Nomor 2 Tahun 2017 berdasarkan kajian sentra produk," papar Yaya.