TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang kantor kas PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) membuka rekening.
Larangan ini menyusul kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito dua kantor kas BTN oleh sindikat yang bekerja sama dengan pegawai BTN.
Irwan Lubis, Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan III OJK mengatakan, regulator juga melarang kantor kas BTN mencari sumber dana melalui marketing.
“Hal ini sampai pengendalian internal bank semakin baik dan risiko operasional menurun,” ujarnya, Selasa (21/3/2017).
Pelarangan pembukaan rekening di kantor kas BTN ini berlaku untuk semua jenis rekening, baik tabungan, giro dan deposito.
Diharapkan dengan kasus ini BTN bisa melakukan pembehanan tata kelola perusahaan dan bisnis proses. Selain itu BTN juga didorong bisa meningkatkan pengendalian internal terkait dengan kasus ini.
OJK melihat, pada 2016 lalu, BTN memang terlalu fokus ke peningkatan bisnis. Namun bank spesialis perumahan ini tidak terlalu optimal dalam melakukan tata kelola di persetujuan bisnis.
Ke depan, OJK meminta BTN menurunkan risiko operasional yang terjadi. Oleh karena itu regulator mendorong manajemen BTN untuk mengevaluasi proses bisnis yang ada.
Selain itu terkait imbas kasus pemalsuan bilyet deposito, OJK juga melarang BTN untuk membuka kantor cabang dan aktifitas baru sampai risiko operasional kembali normal.
Terkait efek sanksi OJK ini terhadap bisnis BTN , manajemen belum mau berkomentar banyak.
Eko Waluyo, Sekretaris Perusahaan BTN memastikan bank akan tunduk dan patuh terhadap regulasi dan aturan yang ada.
“BTN juga tidak akan melindungi pihak manapun yang terkait dengan tindakan penipuan tersebut,” ujar Eko.
Sebagai gambaran pada Februari 2017, DPK BTN tumbuh di angka 20% secara tahunan atau year on year (yoy).
Saat ini, kantor kas BTN tercatat sebesar 477 outlet atau hampir 50% dari total cabang BTN sebesar 894.
Reporter: Galvan Yudistira