TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang berakhirnya pengampunan pajak atau tax amnesty, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) yang mengundur penyampaian laporan realisasi repatriasi dan penempatan dana di dalam negeri.
Aturan itu ada dalam Perdirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan Dalam Rangka Pengampunan Pajak.
"Yang diundur itu penyampaian laporan realisasi repatriasi dan penempatan dana di dalam negeri, yang semula sebelum jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan 2016, yaitu akhir Maret 2017 menjadi menjadi sebelum jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan 2017, yaitu akhir Maret 2018," kata Direktur P2 Humas DJP Hestu Yoga Saksama kepada KONTAN, Kamis (30/3).
Bagi Wajib Pajak yang ikut program Amnesti Pajak dan mengungkapkan harta di dalam negeri ataupun melakukan repatriasi harta, maka memiliki kewajiban pelaporan secara berkala sesuai pasal 13 Undang-Undang Pengampunan Pajak.
Sementara WP yang tidak ikut amnesti pajak, terhitung 1 April 2017 sanksi sudah bisa berjalan.
Direktur Eksekutif lembaga Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo bilang, dengan aturan ini, law enforcement untuk yang ikut amnesti pajak, dari sisi komitmen repatriasi dan yang deklarasi dalam negeri menunggu batas waktu ini. "Jika ternyata tidak lapor atau tidak repatriasi tepat waktu, akan dikenakan sanksi," katanya.
Peraturan Dirjen Pajak ini memberi penegasan tentang tata cara pelaporan tersebut, termasuk ketentuan batas waktu pelaporan yang ditetapkan. Bagi WP Orang Pribadi (OP), batas waktu laporan tahun pertama adalah 31 Maret 2018, tahun kedua adalah 31 Maret 2019, dan tahun ketiga adalah 31 Maret 2020.
Sementara bagi WP Badan, batas waktu laporan tahun pertamanya adalah 30 April 2018, tahun kedua adalah 30 April 2019, dan tahun ketiga adalah 30 April 2020.
Hestu menambahkan, bila melihat data amnesti pajak, deklarasi aset di luar negeri adalah sekitar Rp 1.000 triliun, di mana 7% dari harta deklarasi tersebut dalam bentuk likuid cash, saham, dan lain-lain. Menurut dia, dana-dana itu masih bisa kembali ke Tanah Air walaupun skemanya sudah bukan amnesti pajak lagi.
"Karena dana ini sudah clear, tidak ada permasalahan lagi dengan perpajakan, sudah dideklarasikan, dan bisa kembali dengan nyaman. Semoga yang masih diluar bisa direpatriasi," ucapnya.
Sesuai pasal 4 Perdirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2017, laporan harta harus mencantumkan informasi harta tambahan per akhir tahun buku sebelum tahun laporan disampaikan. Paling lambat, laporan disampaikan saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) setiap tahunnya.
Lebih lanjut, laporan tersebut disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) dan salinan digital (softcopy), dalam hal disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar secara langsung.
Jika WP mangkir menyampaikan laporan sampai batas waktu terakhir, KPP tempat WP terdaftar dapat menerbitkan surat peringatan.
Dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak tanggal surat peringatan, WP harus menyampaikan tanggapan dan/atau laporan sehubungan dengan penerbitan surat peringatan.
Jika WP tidak menyampaikan surat tanggapan dan/atau laporan, DJP berhak melakukan pemeriksaan terhadap WP terkait.
Program Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty tinggal menghitung jam.
Program ini akan berakhir 31 Maret 2017 sejak Presiden Joko Widodo mengesahkan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty pada 1 Juli 2016 lalu.
Bisa dibilang, pemerintah tak mencapai target yang diharapkan. Tapi, bisa saja program extra effort ini bisa menjadi pintu gerbang Direktorat Jenderal Pajak untuk menggali sumber pendapatan baru mendatang.
Sampai Kamis (30/3) pukul 6 sore, total harta yang dideklarasikan peserta tax amnesty mencapai Rp 4.724 triliun.
Rinciannya, Rp 3.547 deklarasi dana dalam negeri, Rp 1.031 triliun dana deklarasi luar negeri, serta Rp 146 triliun dana repatriasi.
Realisasi uang tebusan yang masuk Rp 127 triliun. Dana tersebut terdiri dari Rp 112 triliun pembayaran tebusan, Rp 13,3 triliun pembayaran tunggakan, dan Rp 1,23 triliun pembayaran dari bukti permulaan.
Padahal, ketika merancang program ini, pemerintah mematok target cukup tinggi. Sebut saja deklarasi luar negeri mencapai Rp 3.500 - Rp 4.000 triliun, dana repatriasi Rp 1.000 triliun.
Sehingga, dengan tarif tebusan pengampunan pajak 2%-10% tergantung periode dan jenis peserta, uang tebusan yang masuk kantong pemerintah bisa mencapai Rp 165 triliun.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo mengatakan, mayoritas dana repatriasi atau hampir 60% berasal dari Singapura.
Di bawah Negeri Singa Putih itu, repatriasi terbanyak diperoleh dari Cayman Island yaitu sekitar 11%, selanjutnya Hong Kong, British Virgin Island dan China.
Direktur Eksekutif lembaga Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengakui, dari sisi repatriasi, realisasi jauh di bawah target. Namun, menurut dia, secara umum, amnesti pajak dapat dinilai berhasil, terutama dalam meningkatkan kesadaran pajak, jika melihat deklarasi harta yang dilaporkan. (kontan)