Menurut Enny, sawit itu yang menghasilkan paling besar adalah Indonesia dan Malaysia, dan Eropa tidak ada yang punya, kalau misalnya mereka tidak memberi prasyarat-syarat yang memberatkan, maka Indonesia bisa jadi price maker.
"Karena hanya sedikit pemasoknya. Jadi, bisa mengendalilkan harga lah intinya. oleh karena itu supaya positioning Indonesia tidak bisa mengendalikan harga, maka diciptakanlah berbagai macam barrier. Persoalannya ini sah saja buat negara importir untuk kepentingan dalam negeri mereka," katanya.
Ia juga mengkritik aktivis lingkungan tidak menyadari membabi buta menghantam kepentingan nasional.
"Harusnya dipilah-pilah, tentunya semua setuju penegakan hukum lingkungan, tapi tidak bisa digeneralisasi bahwa semua industri CPO melanggar lingkungan," kata dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengamini pemerintah harus meningkatkan kampanye sawit Indonesia.
"Kita memang harus meningkatkan kampanye kita dan harus lebih intensif kampanyenya, mengingat industri sawit menyerap lebih 4 juta tenaga kerja," ujar Fadhil.