TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menutup dua lokasi penambangan emas rakyat di Pulau Buru, Maluku. Kedua lokasi tambang emas tanpa izin itu berada di di Gunung Botak dan Gogorea.
Selain ilegal, Sujatmiko, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi dan Kerjasama Kementerian ESDM, mengatakan, aktivitas penambangan di lokasi tersebut menggunakan bahan berbahaya, yakni merkuri dan sianida.
Sebelum menutup lokasi tambang, Kementerian ESDM telah mengirimkan surat edaran ke pejabat daerah guna melarang kegiatan tambang emas di Pulau Buru tersebut.
"Pertambangan itu liar dan sumber konflik. Selain itu dalam proses penambangan banyak yang menggunakan merkuri," kata Sujatmiko kepada Kontan, Senin (24/4/2017).
Keputusan menutup lokasi tambang dilakukan setelah Kementerian ESDM melakukan survei ke lapangan dan melakukan evaluasi.
Sujatmiko menerangkan, sebelumnya ada klaim yang menyebutkan aktivitas penambangan di lokasi tersebut telah memiliki perizinan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Setelah dilakukan pengecekan, ternyata WIUP tersebut ilegal. "Pertimbangan terakhir menutup tambang itu karena penggunaan merkuri, yang merusak lingkungan dan mencemari sungai," tegas Sujatmiko.
Asal tahu saja, dua lokasi tambang emas ini pernah ditutup November 2015 lewat operasi yang dilakukan bersama-sama polisi, TNI, serta dinas terkait.
Dalam aksi penutupan tambang tersebut, sekitar 13.000 warga yang beraktivitas di gunung Botak bersedia turun dan dievakuasi dari Pulau Buru.
Kehadiran penambang tersebut tak lepas dari potensi tambang di lokasi tersebut. Namun, Sujatmiko mengaku belum memegang angkanya.
Irwandy Arif, Ketua Indonesian Mining Institute (IMI), menilai, usaha tambang rakyat mesti sesuai syarat yang ada dalam Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
"Jika ada persyaratan yang dilanggar, pemerintah bisa menutup tambang tersebut," ungkap Irwandy dikutip Kontan, Senin (24/4/2017).
Pengelolaan tambang rakyat yang baik, kata Irwandy, ada bimbingan pemerintah daerah (pemda), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau perusahaan swasta nasional.
Pemda dalam hal ini sekaligus melakukan pengawasan. "Jadi perlu ditata kembali, dan tambang bisa dikembalikan ke rakyat dengan tatanan yang mengikuti pada kaidah good mining practice," jelas Irwandy.
Reporter: Pratama Guitarra