TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Bank Danamon Indonesia Tbk meyakini kepemilikan saham dari dua pendiri Bank Kopra Indonesia Daud Badaruddin dan Roesli Halil sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Direktur Independen dan Sekretaris Perusahaan Bank Danamon Rita Mirasari mengatakan, kedua pendiri Bank Kopra itu telah menjual sahamnya kepada perusahaan lewat R. Soetrisno. Hal itu sesuai dengan Akta Notaris pada 13 Juli 1962.
Sehingga, ketika Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank Persatuan Nasional pada 2 November 1964, nama keduanya sudah tidak lagi tercatat sebagai pemegang saham dan juga direksi. Rita juga menegaskan tidak terdapat pembatalan terhadap akta-akta tersebut.
Sebagai catatan, Bank Kopra berdiri tahun 1956 dan berganti nama menjadi PT Bank Persatuan Nasional pada 1958. Kemudian, pada 1976 bank itu berganti nama menjadi Bank Danamon. "Sehingga saat ini dalam buku Danamon sudah tidak terdapat catatan mengenai kepemilikan saham Almarhum Daud Badaruddin dan Roesli Halil," kata Rita lewat keterangan tertulis yang diterima KONTAN, Jumat (28/4).
Daud dan Roesli merupakan pemegang saham Bank Danamon masing-masing 104 dan 253 lembar saham unit A.
Rita juga bilang, Bank Danamon menghormati langkah hukum yang ditempuh ahli waris kedua pendiri Bank Kopra, yakni Taty Djuairiah dan Irene Ratnawati di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu.
Tapi, kuasa hukum kedua penggugat Hasanuddin Nasution bilang dalam gugatannya, memang ada RUPS terkait rencana penjualan saham Bank Persatuan Nasional pada 4 Juli 1962. "Akan tetapi rencana itu tidak pernah terwujud karena berbagai alasan," katanya.
Maka, kata Hasanuddin, tidak benar jika ada pihak-pihak yang mengaku RUPS tersebut adalah rapat yang diadakan untuk menjual saham kepada R. Soetrisno. Sehingga penghapusan saham Daud dan Roesli di Bank Danamon adalah perbuatan melawan hukum.
Itulah sebabnya, dua ahli waris pendiri PT Bank Kopra Indonesia menggugat Bank Danamon lantaran belum menerima pembayaran atas kepemilikan saham Bank Kopra.
Dalam gugatannya, Taty sebagai penggugat I menuntut ganti rugi materiil Rp 985,95 juta dan imaterial Rp 100 miliar. Irene selaku penggugat II menuntut ganti rugi materiil Rp 1,45 triliun dan Rp 100 miliar kerugian imaterial.
Reporter: Sinar Putri S.Utami