News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Apindo: Suhu Politik Ternyata Memanas, Wajib Pajak Menyesal Ikut Repatriasi

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wajib pajak memadati Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak (DJP) Sumatera Utara I, Medan, Sumatera Utara, Jumat (31/3/2017). Hari terakhir program Tax Amnesty, penghitungan hasil sementara jumlah penerimaan untuk Sumut melampui target berdasarkan Surat Setoran Pajak (SSP) sebesar Rp4,933 triliun. TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagian pengusaha memutuskan tidak jadi membawa pulang hartanya ke Indonesia atau repatriasi melalui program tax amnesty.

Wakil Ketua Industri Keuangan Non Bank Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sidhi Widyapratama mengatakan, banyak di antara pengusaha yang sudah membawa hartanya ke Tanah Air menyesal telah melakukan repatriasi.

Hal ini disebabkan kondisi sosiopolitik di Indonesia yang tengah berdinamika.

“Tentu sosiopolitik harus dijaga karena sangat mempengaruhi. Pengusaha banyak wait and see. Banyak yang menyesal telah repatriasi,” katanya pada sebuah seminar di Kwik Kian Gie School of Business, Jakarta, Rabu (10/5/2017).

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mencatat, hingga batas waktu untuk merealisasikan repatriasi atau akhir Maret 2017, dana yang sudah masuk ke dalam negeri dalam rangka repatriasi senilai Rp 128,3 triliun.

Sementara, komitmen dana repatriasi pada program tax amnesty sebesar Rp 146,6 triliun.

Dengan demikian masih ada Rp 18 triliun dana repatriasi dari wajib pajak (WP) yang telah menyampaikan, tetapi belum masuk laporan realisasi repatriasinya

Apindo sudah mengimbau para pengusaha yang mau merepatriasi harta untuk segara merealisasikan komitmennya.

Namun mereka berpikir ulang. Sebagian dari mereka mengkonversi menjadi deklarasi. “Maka dari itu, ada komitmen yang cukup besar, tetapi realisasinya masih sedikit,” kata Sidhi.

Direktur Eksekutif Center of Indonesian Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, minimnya repatriasi berkaitan dengan gonjang-ganjing politik di Tanah Air.

Menurutnya, pada periode September hingga Desember ada sejulah pengusaha yang mengubah rencananya untuk repatriasi harta.

“Repatriasi seharusnya bisa lebih besar. Informasi dari private banker di Singapura, satu bank di Singapura kelola sekitar Rp 2.000 triliun uang WNI,” kata Yustinus.

Lanjut Yustinus, suhu panas politik juga bisa menekan investment ratingIndonesia.

Terlebih, apa yang terjadi di Tanah Air saat ini sudah mendapatkan perhatian kalangan internasional. Khususnya soal pasal-pasal yang sifatnyauncertain.

“Di Indonesia, orang yang punya jabatan dan power saja bisa kena ketidakpastian (dalam pasal-pasal tertentu), Bagaimana investor? Pesan ini akan mempengaruhi bisnis, repatriasi dan lain-lain akan terganggu, jelas terganggu,” ucapnya.

Ia melanjutkan, masih belum semua komitmen repatriasi dibawa pulang.

Bila kondisi di dalam negeri dianggap tidak kondusif, komitmen tersebut bisa saja dibatalkan meski dengan ongkos yang lebih mahal karena kena penalti.

“Begitu dana repatriasi masuk sistem perbankan, beberapa layer sudah tidak bisa diawasi. Itu malah akan jadi pendorong melakukannya (pembatalan). Penyelesaiannya ya politik. Dan ini buruk,” katanya.

Kegagalan pemerintah menjaga kondisi politik menurut Yustinus akan berdampak pada kepercayaan.

“Pajak akan terganggu apabila politik gaduh. Reformasinya mungkin akan lebih lama stepnya. Bahkan insentif yang dulunya menarik, ketika ditawarkan sekarang tidak menarik lagi,” ungkapnya.

Reporter: Ghina Ghaliya Quddus

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini