Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengkritisi usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang meminta pemerintah ikut serta mengelola utang luar negeri swasta.
Usulan tersebut diungkapkan Pimpinan Banggar DPR Azis Syamsuddin saat Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, di gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/7/2017).
"Panja (panitia kerja) belanja pemerintah pusat 2018. Berdasarkan laporan internal Panja perlu dapat tanggapan pemerintah khususnya program pengelolaan utang negara, agar ditambahkan utang swasta," ucap Azis.
"Jadinya, memenuhi kewajiban pemerintah untuk Jaga akuntabilitas pengelolaan utang pemerintah dan swasta. Ini merupakan hasil rapat internal Banggar yang tentunya memerlukan tanggapan pemerintah," sambung Azis.
Sri Mulyani berpendapat, usulan ditambahkannya utang swasta dikelola pemerintah, maka ada beberapa implikasi serius yang perlu dibahas agar tidak terjadi kesalapaham dalam pengertian pengelolaan utang tersebut.
"Kalau satu kalimat memberikan kesimpulan bahwa pemerintah wajib harus memenuhi azas akuntabilitas dari pengelolaan utang tidak hanya pemerintah, tetapi swasta juga. Kalau secara legal, nanti memberikan implikasi seolah-olah pemerintah berkewajiban terhadap utang swasta," tutur Mantan Direktur Bank Dunia tersebut.
Jika utang swasta menjadi tanggungjawab pemerintah, Ia menilai, hal ini dapat merugikan pemerintah karena dapat dijadikan alasan oleh pihak tertentu untuk mengklaim ke pemerintah saat pihak swasta tidak mampu membayar utangnya.
"Ini akan sangat berbahaya terhadap presedence, karena ini dokumen legal dan politik yang bisa jadi alasan bagi siapapun. karena utang swasta lalu tidak bisa bayar nanti bisa klaim ke pemerintah, karena pemerintah harus memenuhi kewajiban akuntabilitas," papar Sri Mulyani.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani menyatakan, utang yang dilakukan oleh swasta harus menjadi tangungjawab atau risiko swasta itu sendiri karena dilakukan secara pribadi dan yang mendapatkan keuntungan swasta sendiri.
"Maka menurut saya, memasukan kata swasta dalam kalimat, ini risikonya sangat besar," ucapnya.