TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) baru saja menerapkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer Averaging atau rata-rata, dimana aturan ini dinilai memberi keleluasaan bagi bank dalam mengelola likuiditasnya karena dana yang disimpan di bank sentral tidak dihitung harian.
"Diharapkan penerapan GWM rata-rata dapat membantu bank-bank dalam mengelola likuditasnya. Saya perkirakan dengan kondisi makro yang semakin baik, pertumbuhan kredit akan makin baik di semester dua," ujar Ekonom Bank Central Asia David Sumual, Jakarta, Kamis (6/7/2017).
Davip pun berharap agar suatu saat nanti ada kemungkinan diperlukan pelonggaran GWM primer karena GWM rata-rata hanya sebatas membantu pengelolaan likuiditas saja.
"Mungkin bisa dengan porsi GWM-nya diturunkan sedikit untuk release liquidity," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menilai, implementasi GWM primer rata-rata merupakan bagian dari reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter Bank Indonesia guna meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter.
"Menurut saya, GMW merupakan best practice yang diterapkan oleh bank sentral di dunia dimana survei menunjukkan bahwa dari 113 negara, 92 negara sudah menerapkan GWM Rata-rata," kata Josua.
Josua melihat, implementasi GWM Rata-Rata membuka peluang untuk gapping atau jarak penempatan ke tenor yang lebih panjang guna meningkatkan efisiensi pengelolaan likuiditas dan enhance return.
Bagi bank kecil, khususnya dengan likuiditas terbatas, penerapan GWM Rata-Rata akan bermanfaat untuk mengurangi temporary liquidity shock (keterbatasan likuiditas).
"Meskipun dampaknya diperkirakan marginal pada tambahan likuiditas bank, namun GWM rata-rata yang utama adalah memberikan fleksibilitas perbankan dalam mengelola likuiditas yang pada akhirnya mendorong efisiensi perbankan," ujarnya.