TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menandatangani kontrak jual beli listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) kepada 53 pengembang listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP).
Sebelumnya PLN menjadwalkan akan melakukan tanda tangan kepada 64 perusahaan. Namun, 11 perusahaan di antaranya PLN belum mencapai kesepakatan.
Direktur Pengadaan Strategis PLN, Nicke Widyawati menyatakan, proses pengajuan proposal pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) ini sudah berjalan dari tahun lalu.
"Dari 64 perusahaan, yang menandatangani PPA hari ini ada 53 perusahaan. Jadi ada 11 perusahaan yang tidak mencapai kesepakatan," terang Nicke, saat konferensi pers di Hotel Mulia, Rabu (2/8/2017).
Nicke merinci, dari tanda tangan PPA ini akan menambah PPA listrik sebanyak 400 Megawatt (MW) yang dimasukkan ke dalam program 35.000 Megawatt (MW).
Penandatanganan ini untuk pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm), pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa), pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH), pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg).
"PLTMH sekitar 300 MW, PLTBm 50 MW dan PLTS 50 MW. Jadi ada tambahan yang Insya Allah khususnya beberapa PLTMH ada commercial operation date (COD) dalam beberapa waktu mendatang, bisa menambah pasokan daya," terangnya.
Namun sayangnya, Nicke maupun pihak PLN lainnya belum bisa menjabarkan berapa nilai investasi yang didapat dari tanda tangan PPA dari 53 perusahaan tersebut.
Sementara Nicke membantah bahwa penandatanganan PPA ini bersifat memaksa. Pasalnya, untuk pembangkit listrik EBT skala kecil ini ditunjuk langsung oleh PLN. Sehingga, proposal pengajuan pembangunan diajukan oleh pengembang.
"Proses ini dari satu tahun bahkan dua tahun lalu, proposal datang dan dilakukan kajian bersama. Di semester I, sudah ada kesepakatan tarif antara pengembang dan PLN terus kami minta persetujuan ESDM," ungkapnya.
Jadi kata Nicke kesepakatan sudah atas persetujuan dari Menteri ESDM Ignasius Jonan. Jadi apabila hari ini ada yang tidak tanda tangan jual beli itu merupakan kesepakatan kedua belah pihak.
"Kalau ada satu yang tidak sepakat maka tidak jadi jual beli. Alasannya mereka tidak sepakat apa kami sendiri belum menerima secara formal. Tapi yang pasti ada ketidaksepakatan," ujarnya.
Menggantung
Nasib 11 perusahaan yang tidak melakukan tanda tangan hari ini pun belum jelas apakah akan tetap dilanjutkan atau dianggap gugur.
Sebelumnya Ketua Asosiasi Pengembang Listrik Tenaga Air, Riza Husni menyatakan, para pengembang dipaksa melakukan tanda tangan PPA di saat sedang melakukan negosiasi harga.
Padahal, pihaknya masih menunggu iktikad baik pemerintah perihal pembenahan Peraturan Menteri (Permen) yang tengah dibuat.
Misalnya, Permen No. 10/2017 tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik.
Maksud dan ruang lingkup Permen ESDM ini untuk mengatur Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) antara pembeli (PLN) dengan penjual (IPP) terkait aspek komersial untuk seluruh jenis pembangkit termasuk Panas Bumi, PLTA dan PLT Biomass. Sementara, pembangkit EBT yang intermiten dan Hidro di bawah 10 MW, diatur dalam peraturan tersendiri.
Juga, kata Riza terkait dengan Permen No. 12/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Maksud dan ruang lingkup Permen terkait jenis Pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan Sumber energi terbarukan yaitu PLTS Fotovoltaik, PLTB, PLTA, PLTBm, PLTBg, PLTSa, dan PLTP
"Baru kali ini sudah ada tandatangan PPA tapi draft isian IPP belum jelas, Bank garansi juga belum ada," tandasnya ke KONTAN, Rabu (2/8/2017).
Reporter: Pratama Guitarra